2008-12-22

Kerja di dua alam

Tags

Ada nggak yang pernah mencoba kerja di 'dua alam'? Maksudnya, bukan di alam nyata dan alam klenik. Tapi bener-bener di dua alam. Alam menurut waktunya, siang dan malam. Trus alam menurut jenis pekerjaannya, alam sosial dan komersil.

Kalau sudah berarti kita senasib-setanah air beda nasab. Tepat 19 Februari 2009 nanti, dua tahun sudah saya melakukan double job. Jam kerja saya dari pukul 8.30 sampai 16.30 di alam kerja pertama. Disambung di alam yang kedua, dari jam 17.00 hingga 23.30. 

Kalo yang siang, saya sebut alam sosial karena memang saya bekerja di Lembaga Amil Zakat DSIM, yang bergiat di bidang penghimpunan zakat dan pemberdayaan masyarakat dhuafa. Sedang yang sore, saya bekerja sebagai Infografis (graphicsnews) di sebuah media massa lokal.

Bisa dibayangkan, sehari saya menghabiskan waktu kurang lebih 15 jam! Hanya untuk bekerja. Apakah saya seorang workholic? Tidak tahu juga. Saya nggak suka disebut seperti itu. Toh, Saya bekerja atas dasar mencari nafkah. Bukan sekedar menyalurkan kegilaan saya untuk selalu bekerja. Otomatis, setelah dipotong waktu tidur dari jam 00.00 hingga 5.30, maka ada tersisa waktu hanya tiga jam untuk bercengkerama dengan istri dan putri kami.

Bahagiakah saya? Sejauh ini saya merasa cukup bahagia. Cukup dalam pandangan ekonomi. Paling tidak dari double job yang saya lakukan tersebut, kami sepenuhnya berlepas dari bantuan orangtua dalam mengarah biduk rumah tangga yang telah terkayuh kurang lebih lima belas bulan ini.

Suka duka tentu menghiasi perjalanan saya ini. Yang pasti, waktu libur saya di akhir pekan, menjadi hari yang istimewa untuk saya dan istri. Seharian kami bisa jalan-jalan keluar rumah, atau masak spesial. Atau malah karena sama-sama capek, seharian cuma dihabiskan melingker di depan teve sembari menghabiskan camilan..

Yang suntuknya bila hari akhir pekan tersebut ada agenda lain, Kayak harus mengisi materi jurnalistik anak-anak UNSRI, atau undangan walimahan teman. Sudah pasti istri saya langsung sewot. Yaiyalah, wong selama seminggu lima hari setengah saya habiskan di luar rumah, masak yang satu setengah nggak bisa dialokasikan untuknya.

Tapi untungnya, istri saya orangnya penurut. Jadi setelah diberi penjelasan secukupnya ia bisa menerima. Tapi tetep aja ada buntutnya. Minimal pulang dari luar harus bawa gratifikasi (bahasa keren orang-orang KPK), bisa buah, es krim or sekedar kripik singkong.

Dukanya?

Saya malah lebih mengkhawatirkan kesehatan saya yang setiap malam harus pulang larut. Jarak dari rumah ke kantor kurang lebih 20km. Saya tinggal di Sukajadi, Banyuasin km 14. Sedangkan kantor berlokasi di Kawasan Kambang Iwak. Angin malam benar-benar menjadi teman yang setia sekaligus menyiksa selama perjalanan pulang. Tak urung untuk kepentingan ini, saya harus siap dengan rompi anti angin, jaket, masker, sarung tangan dan manset. (Itulah yang sering dipakai oleh temen-temen akhwat yang berjilbab lebar untuk menutupi pergelangan tangan mereka). Saking lengkapnya, banyak teman-teman di kantor yang heran. "Teroris dari mana neh?" 

Duka yang lain?

Sosialisasi saya dengan tetangga hilang sama sekali. Cuma sempat shalat berjamaah pada hari Sabtu dan Minggu. Dan yang namanya daerah pinggiran, jamaah shalat tak lebih dari satu baris dan rata tengah! Masih untung ada anak-anak yang memeriahkan suasana masjid dengan teriakan Aminnya yang amburadul bin acakadut..

Sosialisasi saya yang lain sebatas basa-basi, ketika lewat pos kamling tempat bapak-bapaknya nongkrong ketika saya berangkat kerja. Basa-basinya kayak gini, pii-piinn..! Ya, klakson MX ku yang menyapa dengan sedikit senyuman dari balik helm. Gitu saja saban hari. Lebih dari itu, nggak sempat sama sekali. Sekedar nongkrong di pos kamling, atau ikut Yasinan tiap malam Jumat benar-benar nggak bisa saya jabanin. 

Makanya, akhir-akhir ini, saya mulai merasakan kejenuhan. Ada perasaan bersalah ketika undangan rapat dari Pak RT tidak bisa saya ikuti. Atau ketika ada hajatan tetanga, saya tak bisa ikut berpartisipasi. Paling cuma nongol pas acara. Lebih spesifik lagi pas acara makan dimulai. Rasanya nggak jaman lagi deh bergaul kayak masih mahasiswa dulu. Tahunya tetangga cuma satu rumah ke kanan, satu rumah ke kiri dan satu rumah ke depan dan belakang. Selebihnya, kalo bukan teman sejurusan nggak bakal tahu. Masih untung kenal dengan wajahnya..

2008-12-01

Nayla kini berusia tiga bulan

Tags

Sampe lupa memberi kabar (entah kepada siapa saja), bahwa pada 8 Ramadhan kemaren tepatnya di tanggal 8 September 2008. Putri pertama kami lahir dengan selamat. Syukran untuk bisan Niar yang telah membantu proses kelahiran. Nayla lahir tepat pukul 13.00 wib. Namun proses kontraksi yang amat menyiksa sudah dimulai sejak pukul oo:oo diniharinya. Sungguh, kalo inget pada malam-malam kelahiran hingga suara tangisannya mengisi ruangan bersalin, terasa haru. Dan air mata yang sama rasanya ingin tumpah kembali. Hiks.. hiks.. Jadi ngebayangin gimana ibu saya dahulu melahirkan saya...

Beruntung, saya tahan mendampingi istri hingga detik-detik "pintu garba" terbuka. Padahal biasanya jangankan mencium bau darah, melihat darahnya saja udah bikin kepalaku langsung NYep-nyep... Namun perih dan sakit yang dirasa oleh sang istri, serta letih dan ngantuk luar biasa yang menggelayuti mata, segera sirna begitu kepala sang bayi nongol keluar. Lebih bahagia lagi ketika mendapati semua organnya semua. Alhamdulillah ya Allah... (Semoga yang lain segera merasakan, betapa nikmatnya menjadi ayah..)

Nih biodatanya  (Kali aja ada yang berminat mendaftar hendak menjadi besan. :}

Nama lengkap, Siti Nayla Adz-Dzikra. Kurang lebih artinya adalah Pemberi Peringatan. Yup, peringatan untuk selalu berbuat kebaikan. Minimal, peringatan kepada kami orangtuanya, bahwa Nayla adalah amanah Allah yang harus dirawat dengan baik-baik. 

Berat dan panjang pada waktu lahir,  3.4 kg / 49 cm. Foto di atas diambil pada waktu umurnya 3 hari. Lutju ya..