2010-04-21

Rapor Bisnis Online Maret 2010

          Alhamdulillah akhirnya selesai juga bikin laporan bisnis online (BeOL) untuk bulan Maret 2010. Mohon maaf sebelumnya, waktunya telat banget. Habis, sibuk dengan aneka aktivitas offline dan ikut lomba-lomba online. Semenjak sebulan terakhir saya jadi giat mencari info-info lomba. Dan berusaha mengikutinya. 

           Oya, sedikit info tentang bisnis online. Dari sekian banyak BeOL yang saya ikuti, saya cenderung dengan PTC. Selain gampang, juga bisa ngikut yang gratisan. Sempat saya ikut sampai sepuluh buah, namun karena nilainya terlalu kecil jadinya capek sendiri. Maka saya pun cuma mengikut PTC yang masih jelas dan nilainya masih rasional.

           Yuk kita lihat angka-angka rapor saya..


A. Survey online

1. Global Test Market

Survey online berbasis email. Tidak semua undangan bisa kita ikuti, karena setiap undangan ada semacam verifikasi untuk menentukan apakah kita termasuk kandididat yang dibutuhkan atau tidak. Poin yang terkumpul disebut marketpoints. Sejak bulan lalu, marketpoints saya cuma nambah 40 poin. 

________________________

Saldo Poin = 230 (~$11,5)

1 poin = $0,05

Payout Minimum (PO) = 1.000 (~$50)

Link Refferal = N/A (Not available)
________________________

2. AIP Survey

Ini juga survey berbasis email. Sama seperti Global Test Market di atas, setiap survey yang berhasil kita selesaikan, akan diberi poin yang disebut ePoin. Sedikit opsi dari AIP online, ePoin yang berhasil kita kumpulkan bisa ditukar dengan Voucher belanja Mitra Adhi Perkasa (jaringan retailnya meliputi Sogo, toko buku kinokuniya) atau Carrefour atau uang tunai.

________________________

Saldo Poin = 540

Payout Minimum (PO) = 1.000

Link Refferal =  Via email

________________________

3. Survey Gaya Bebas (HATI-HATI SCAM

                 Awalnya saya ragu dengan survey ini. Dari tampilan mukanya agak kurang meyakinkan. Mirip-mirip AWsurvey. Apalagi ada sisipan iklan google Ads. Kok sempat-sempatnya masang iklan, kalo memang situs ini dibiayai dari klien yang membutuhkan survey. Tapi, karena gratis, ya dicoba aja dulu. 

                 Dan terbukti, situs ini dikhawatirkan scam. Karena sudah lebih satu bulan ini, tidak ada pertanyaan/kuisioner lagi. Padahal biasanya sehari bisa sampe 12 pertanyaan.  Ditambah lagi, walaupun saldo saya sudah lewat batas minimum, tapi automatic processor nya  tak pernah mengisi rekening bankku seperti yang dijanjikan. Saya masih menunggu, bila tak ada kelanjutan maka akan saya vonis, Survey gaya bebas adalah scam!

________________________

Saldo Poin = Rp 15.275

Payout Minimum (PO) = Rp 10.000

Link Refferal =  Daftar di sini

________________________

B. Paid to Click (PTC)

1. Palmbux

               Setelah berhasil melampaui PO pertama ($2,0),  saya belum bisa menarik lagi. Soalnya, PO kedua sebesar $4,0. Jadi statusnya menunggu dulu. Tapi sempat khawatir juga, karena barusan menerima email dari Palmbux yang menyatakan proses pembayaran tidak dapat selancar dahulu. Intinya, mohon kesabaran bila permintaan pembayaran tidak lagi instant (untuk PO 2 dan selanjutnya). Sedang untuk PO 1, memang musti melewati proses verifikasi dulu antara 2 - 7 hari.

________________________

Saldo Poin = $ 1,837

Payout Minimum (PO kedua) = $ 4,0

Nilai iklan = $0,002 - 0,008

Link Refferal = Daftar di sini
________________________
 

2. JPHFbux

               Saya cukup percaya dengan situs PTC yang satu ini. Setelah PO 1, saya masih dalam status menunggu. Saya lupa, berapa minimum PO 2. Tapi yang pasti, saya belum bisa PO2. Soalnya pasca akun Paypal JPHFbux sempat dibekukan oleh pihak Paypal, proses pembayaran yang biasanya instant jadi tersendat. Kayaknya mendahulukan member JPHFbux di atas level Ruthenium. Nih tulisan yang muncul saat saya mau payout :  

Jadi yang bisa saya lakukan sekarang, menunggu saja dahulu. Sembari memperbesar saldo. Syukur, iklannya sekarang cukup banyak, antara 9 - 13 iklan per hari untuk member biasa.  

________________________

Saldo Poin = $ 1,254

Payout Minimum (PO 2) = $ 1,000

Nilai iklan = $0,0030 - 0,0004

Link Refferal = Daftar di sini

________________________

3. Milky ways Click

                Saya putuskan berhenti mengklik PTC ini. Iklannya memang banyak, Bisa 12 - 15 iklan per hari, namun nilainya kecil-kecil. Antara $ 0,0001 - 0,0020. Capek! Dah sekian bulan, untuk mencapai limit $1 aja gak sampai-sampai. Sedangkan PTC yang lain, saya malah sudah mau PO yang kedua.

                Selanjutnya, karena sayang cuma 3 PTC di atas yang saya ikuti. Saya tambah dengan PTC baru baik yang luar negeri maupun Indonesia. Ini PTC yang baru saya ikuti :
 

4. Neobux

PTC ini sama persis dengan Upbux. Dalam artian, nilai iklannya sama $0,01 per klik dan setiap terbit muncul 4 - 5 iklan. Dan tak sampai dua bulan saya sudah bisa PO 1 sebesar $2,0. Tak perlu lagi dengan PTC yang ini.

________________________
 Saldo Poin = $ 0,04
Payout Minimum (PO 2) = $ 3,00
Nilai iklan = $ 0,01
Link Refferal = Daftar di sini


5. SNbux

               Ini PTC yang baru. Jadi belum jelas history-nya. Tak apalah saya coba dulu.

 ________________________

Saldo Poin = $ 0,744

Payout Minimum (PO) = $ 3,0

Nilai iklan = $0,002 - 0,008

Link Refferal = Daftar di sini
________________________

6. IDR click

               Ini PTC lokal. Dibayar pake rupiah lewat rekening bank. Saat ini baru melayani dua bank, yakni Bank BCA dan Bank Mandiri. Dilihat dari track recordnya, PTC ini cukup bagus. Mudah-mudahan, benar-benar membayar. Iklan yang ditampilkan bisa mencapai 12 - 15 iklan per hari.


________________________

Saldo Poin = Rp 6.990

Payout Minimum (PO) = Rp 20.000

Nilai iklan = Rp 10 - Rp50 

Link Refferal = Daftar di sini
________________________

6. DB click

               Ini juga PTC lokal dan sama seperti IDR click, kita juga akan dibayar pake rupiah lewat rekening bank. Saat ini baru melayani dua bank, yakni Bank BCA dan Bank Mandiri. Dilihat dari track recordnya, PTC ini cukup bagus. Mudah-mudahan, saya nggak ketinggalan untuk dibayar. Tapi dibanding IDR click, iklannya sedikit cuma 4 - 5 iklan saja per hari.


________________________

Saldo Poin = Rp 6.925

Payout Minimum (PO) = Rp 20.000

Nilai iklan = Rp 25 - Rp 50 

Link Refferal = Daftar di sini
________________________

C. Paid to do something

8. Micro workers

Kalo yang ini, kita bener-bener 'kerja'. Nggak sekedar klik iklan. Macem-macem sih kerjaan yang diberikan. Namun lumayan dibanding PTC. Saya saja, dalam waktu 1 minggu bisa menghasilkan $2,48. Pekerjaannya banyak. Mulai disuruh daftar sana dan sini, pasang link dan review website di blog kita dan sebagainya. Nilai satu kali pekerjaan mulai $0,1 hingga $2,5. Tergantung berat ringan pekerjaannya. Bulan ini saya hanya bisa menambah $0,40. Cukup sibuk dengan aktivitas offair.

________________________
Saldo dolar = $ 2,88

Payout Minimum (PO) = $ 25

Nilai pekerjaan = $ 0,1 - 2,5

________________________

               Sebenarnya masih ada beberapa jenis BeOL yang saya ikuti. Di antaranya ziddu, enterupload, ezlaptop, zaebux dan beberapa PTC lainnya. Namun sebagian besar tidak jelas dan capek juga harus klik ke sana-sini. Jadinya nggak fokus. 

             OK deh semoga bermanfaat!!

            


2010-04-15

Kita butuh Sepuluh HTR lagi


           Ketika Mas Gagah Pergi, boleh jadi merupakan bacaan pertama bagi sebagian besar pecinta cerpen untuk mengenal sosok Helvy Tiana Rosa (HTR). Dari cerpen ini pula banyak pembaca, khususnya remaja putri, begitu tergugah dan menguatkan niat mereka untuk menutup aurat. Sebuah cerpen yang sangat menggugah dan mampu berbicara lebih, di saat remaja muslimah dibuai oleh cerita-cerita percintaan (monyet) yang hampa.

            Namun, berkebalikan dengan yang lain, saya justru baru sempat membaca cerpen ini dua bulan silam. Sangat ketinggalan dibanding dengan yang lainnya. Walau begitu, tak urung air mata saya mengalir begitu mengurai isi cerpen ini. Begitu juga dengan istri saya, yang saya perlihatkan saat menunggu tes CPNS dimulai. Terasa kedahsyatan cerpen ini – yang walaupun jarak kepenulisannya dengan waktu saya membaca, kurang lebih 13 tahun, momentum yang ada dalam cerpen tersebut masih kuat.

            Itu salah satu keuntungan bila kita mau menulis. Saya ingat ucapan sahabat Ali ra, ”Ikatlah ilmu dengan menuliskannya”. Dan terbukti, menulis mampu mengekalkan ilmu serta melestarikan ide-ide kita. Apalagi bila yang kita tulis terebut adalah hal-hal yang baik, maka kapan pun tulisan tersebut membacanya, maka ilmunya akan mengalir terus. Sebagaimana pahalanya juga tak akan terputus.

Dan akan menjadi lebih lagi, bila kita mampu menulis dengan rasa. Sebuah rasa yang muncul karena didorong oleh cinta. Cinta hakiki seorang muslim terhadap tujuan yang ingin dicapai. Dan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh seorang penulis muslim tentulah mardhotillah. Keridhaan Allah swt semata. Tulisan yang ditulis dengan hati, maka akan dapat pula menyentuh hati pembacanya. Tulisan yang tulus hanya mampu dinikmati oleh mereka yang berhati tulus pula. Tulus di sini berarti, kebaikan tidak akan tercampur dengan kebatilan. Bahkan berbanding lurus dengan sifat kebaikan itu sendiri. Yakni murni dan senantiasa memurnikan hati yang tersentuh olehnya.  

            Helvy Tiana Rosa dengan segala kelebihannya, menjadi salah satu fenomena mengagumkan dalam jagat sastra Indonesia. Beragam penghargaan yang diterimanya semakin membesarkan kekaguman saya terhadapnya. Lewat majalah Annida versi-versi awal, saya mengenalnya sebagai pimred. Ya, mau dilihat dari sudut manapun ia terlihat mengagumkan. Dari penulis ia sangat produktif, dilihat sebagai penyair, sudah ratusan puisi yang ia lahirkan. Dan yang terakhir saya terkagum-kagum, adalah keberhasilannya untuk melakukan pengkaderan penulis muda.

            Di saat banyak penulis yang asyik sendiri dengan dunianya, dengan segala sifat dan perilaku yang tak patut ditiru, HTR justru mewujudkan cita-citanya untuk melahirkan penulis-penulis muda bergelombang sastra profetik lewat organisasi kepenulisan Forum Lingkar Pena (FLP). Di saat banyak penulis secara egois menawarkan pemikiran mereka kepada pembaca, tak peduli isi tulisannya itu apakah bermanfaat atau tidak. HTR justru membina secara rutin lewat berbagai konsep pelatihan yang tek lepas dari konsep keislaman. 

Dari sini saya menyimpulkan, takkan mungkin seseorang mampu menggembleng begitu banyak orang dengan banyak pemikiran, bila tak didampingi tekad membaja dan ahlakul karimah yang baik. Keberhasilan HTR membina tak hanya keluar saja. Ke dalam rumah tangganya, HTR berhasil membuat salah seorang anaknya Faiz Abdurrahman menjadi penyair muda sekaligus telah berhasil menerbitkan buku. Artinya, ada benang hijau yang menghubungkan antara tekad seorang HTR dengan kemurnian daya juangnya untuk membentuk penulis. Tidak hanya dalam bentuk pelatihan formal melainkan juga dengan pendekatan personal.  

            Ketika usahanya mulai membuahkan hasil, ditandai dengan munculnya banyak karya penulis-penulis belia di bawah payung FLP. Tak urung mengundang komentar nyinyir dari penulis lain. Bahwa hasil karya penulis FLP tak ada yang nyastra. Dengan bijak, dan saya suka bagian ini, HTR menjawab, ”Mungkin benar karya anak FLP belum ada yang bagus, namun paling tidak tulisan mereka tidak merusak moral para pembacanya”.

Saya kagum.

Di lain waktu, ia berucap di salah satu wawancara, ” Karya sastra yang baik adalah yang tidak lepas dari estetika. Walaupun dia bernuansa keagamaan, harus tetap berestetika, jadi harus dibedakan dengan khotbah. Karya sastra, cerpen atau novel sangat berbeda dengan khotbah, walaupun ada muatan-muatannya tapi harus dibalut dengan estetika yang baik.”

Saya jadi tambah kagum.

            Bagaimanapun perjalanan kepenulisan berbasis profetik akan berhadapan dengan hasil karya penulis yang cenderung sekuler-liberal. Untuk yang ini saya juga ingat dengan komentar penulis yang tengah naik daun, di salah satu rubrik Kompas edisi Jumat (5/2). Saat itu ia ditanya, ”Apakah Anda punya pesan moral kepada penulis muda?”

Penulis yang terangkat namanya melalui blog (yang terpilih sebagai pemenang blog terbaik di salah satu lomba) ini menjawab, ”Sejujurnya... tidak. Ha-ha-ha. Saya menulis tanpa pretensi untuk mengajarkan pesan moral, pesan hidup, atau pesan-pesan yang lainnya. Saya menulis dengan tujuan satu : saya ingin tulisan saya ketika dibaca membuat orang lain terhibur. Maka saya berusaha untuk membuat tulisan saya serenyah dan sebagus mungkin. Kalau memang ada pesan yang diambil orang melalui situ, itu murni kebetulan saja.”

            Maka, seorang HTR berusaha menepis ironi kebanyakan penulis seperti ini. Penulis tidak selalu harus sekuler. Walaupun HTR sendiri menghormati pendapat bahwa sastra itu tidak beragama. Menjaga jarak dengan tulisannya sendiri. Tetapi sebagai seorang muslim, ia berpegang pada prinsip, harus ada pesan moral yang dapat disampaikan kepada pembacanya. Namun tentu kadarnya jangan sampai melebihi kewajaran. Ibarat bumbu, maka ia tak akan lebih banyak daripada masakan utamanya sendiri. Begitu juga dengan menulis, tanpa bumbu (pesan moral) maka tulisan memang akan terasa renyah namun hambar. Pun, bila bumbunya kebanyakan malah akan menghilangkan cita rasa (estetika sastra) dari masakan itu sendiri.

            Saya jelas sangat bersyukur hidup di tengah semangat menulis HTR dan teman-temannya di FLP. Saya menjadi punya alternatif bacaan saat pergi ke toko buku. Tak harus melototi sampul novel-novel yang mengangkat tentang seks dan kekerasan semata. Karena Islam itu indah, maka kehadiran novel Islami ajan menjadikan Islam menjadi lebih indah lagi. Karena Islam itu lembut, maka sastrawan Muslim mempunyai kesempatan untuk melembutkan hati para pembaca melalui Sastra. Seperti kata Umar bin Khattab, ”Ajarkanlah sastra pada anak-anakmu, agar anak yang pengecut jadi pemberani.” Maka, kita butuh Sepuluh HTR lagi, atau mungkin seratus atau mungkin seribu. Agar sastra Indonesia tak perlu dikotori oleh penulis-penulis sekuler penganut gaya bebas. Agar lahir generasi baca yang pemberani.

            Wallahualam bishawab.

Referensi :

  1. http://cetak.kompas.com/read/xml/2010/02/05/04291949/ingin.membuat.orang.lain.terhibur
  2. http://www.perspektifbaru.com/wawancara/465

 

2010-04-08

Mereka yang terseret kasus Gayus


Tuntaskan kasus Gayus, ungkap makelar kasus!!

2010-04-04

Mewujudkan Kampus Idaman (3) : Perguruan Tinggi Bersemangat Entrepreneurship

Pakde Zaki punya teman, namanya Emha Riswani. Dia lulusan fakultas teknik di salah satu perguruan tinggi idaman di kotanya. Karena Pakde sedang ingin buat tulisan untuk disertakan dalam Lomba Blog UII (Universitas Islam Indonesia), maka ia pun mengarahkan pembicaraan yang intinya meminta pandangan Emha tentang kriteria Perguruan Tinggi Idaman-nya.

Maka terbentuklah semacam wawancara imajiner, antara tokoh Pakde dengan Emha. Berikut petikan wawancaranya :

Kok Bisa?

Bisalah. Sehari palingan saya kerja dua sampe tiga jam saja. Selebihnya ya nongkrong di sini. Kalo nggak, paling ngajak putri saya sama ibunya jalan-jalan. Pekerjaan saya? Cuma mainin internet di laptop saja seharian. Ya, menggarap bisnis daring kata banyak blogger.

Gimana caranya Mas?

Nah, penasaran khan. Pasti..

Tapi saya ingatkan loh, Pakde ini sedang wawancara saya tentang kampus idaman bukan bisnis daring.

Oiya, saya lupa. Terima kasih udah diingetin. Iya deh langsung aja, mo minta pendapat sampeyan tentang kampus idaman, yang bagaimana itu?

Nah gitu, back to topic – yang fokus biar gak OOT.

Apa itu OOT, Mas?

Walah, masa gak tahu sih. Sering-sering online ke forum-forum biar bisa ngapdet bahasa gaul. OOT itu Out of topic, keluar dari pembahasan.

Kalo saya disuruh kuliah lagi, saya ingin kampus yang berani memberi jaminan bahwa lulusannya bisa langsung diserap dunia kerja atau berani langsung buka wirausaha. Titik! Gitu saja..

Masak cuma segitu. Yang lain pasti sudah pernah mengusung ide ini. Kampus berorientasi entrepreneur.

Pakde, sampeyan percaya ndak dengan istilah, ”Tidak ada hal baru lagi di bawah langit?” Yang baru itu cuma inovasi. Kombinasi antara hal-hal yang sudah ada. Selama ide itu masih dipikirkan oleh manusia yang berada di bawah atmosfir dan berjalan di atas bumi. Artinya sebuah ide itu bisa dikembangkan. Tinggal, ada kemauan yang besar tidak, untuk mewujudkannya.

Apalagi sekedar mewujudkan kampus yang bersemangat kewirausahaan. Toh, bangsa kita punya banyak profesor dengan ilmu teori begitu luas serta para saudagar yang kenyang dengan pengalaman di lapangan. Tinggal kombinasi aja keduanya. Makanya dengan semangat kewirausahaan seperti ini, pihak kampus bisa berinovasi menggaet pihak ketiga untuk membiayai operasional kampus dengan membentuk kampus. Sehingga biaya yang dibebankan kepada mahasiswa bisa terjangkau.

Kalo dari sampeyan sendiri gimana konkretnya?

Kalo saya sih, melihat dari tiga faktor pentingnya. Pertama, input. Kedua, proses dan yang ketiga, output. Kalo yang output sudah jelas seperti yang saya bilang tadi.








Dari segi input, sejak awal pihak kampus sudah bisa memberikan gambaran kepada cama-cami (calon mahasiswa/i) yang mendaftar, mau ditamatkan seperti apa mereka. Apa mau jadi tenaga kerja yang profesional, apa mau jadi entrepreneur sukses atau malah hanya sekedar ingin mengambil status sosial sebagai seorang mahasiswa? 

Kalo pilihan yang terakhir, lebih baik pihak kampus menolaknya saja. Hanya jadi beban saja. Atau malah menjadi sebab kampusnya gagal meraih perhatian orangtua sebagai perguruan tinggi idaman.

Pokoknya jangan seperti saya.

Kok jangan seperti sampeyan? Bukannya sekarang sudah sukses berwirausaha.

Pakde hanya lihat keadaan saya sekarang saja. (Terdiam dan menghela nafas)

Dulu saya ini apa coba. Lulus memang IPK 3,0. Tapi apa manfaatnya. Jualan ijazah ke sana-ke mari nggak laku-laku. Ikut ujian ini-itu, nggak tembus-tembus. Apa salah saya? Padahal kuliah saya rajin. Baju dimasukin, rambut nggak gondrong, pake sepatu, taat omongan dosen, ujian ngerjain sendiri, hono-hene...

Namun akhirnya saya sadar. Saya cuma korban. Ya, korban dari ketidak pedulian pihak fakultas yang enteng saja menganggap bahwa setiap mahasiswa itu bisa mandiri tanpa perlu bimbingan. Padahal saya ini tipe orang yang disiplin bila lingkungan mendukung. Dan kenyataannya tidak...

Makanya, ketika Pakde tadi tanya ke saya, kampus idaman seperti apa yang saya inginkan, yang terpikir pertama dalam pikiran, kampus jangan seenaknya melepas mahasiswa sehingga dibiarkan tanpa tujuan.





Sehingga ada interaktif dan timbul semangat di dalam diri mahasiswa akan diarahkan ke mana studi mereka. Kalau bisa kuliah hanya empat tahun dan langsung bisa kerja atau buka usaha, ngapain lama-lama. Saya yakin, perguruan tinggi favorit Indonesia sekalipun, belum tentu terpikir seperti ide saya ini. Resikonya terlalu berani!

Biasanya yang menyebabkan seorang mahasiswa itu lambat tamat adalah karena sudah kehilangan orientasi. Dan apa pasalnya? Bisa jadi karena suasana kampus – dosen, silabus kuliah dan fasilitas, yang nggak bisa dibanggain. Lemah semangat. Nggak akan rugilah, bila kampus menerapkan proses ini. Anggap saja investasi kampus menuju perguruan tinggi terbaik.

Terus terang saya iri dengan mereka yang kuliah di Kedokteran sama FKIP. Muaranya jelas dan tenaga mereka selalu dibutuhkan. Dijamin mereka tidak akan menganggur.

Terus kalo faktor ’Proses’ yang sampeyan omong tadi?

Nah, tentang proses ini sebaiknya kita lihat bagaimana kebanyakan proses perkuliahan berjalan. Pengalaman saya kuliah di teknik, lebih banyak belajar ilmu-ilmu lawas. Entah mungkin karena imu yang saya pelajari memang termasuk ilmu induk, mekanika. Jadinya yang saya pelajari buku-buku teks yang usianya hampir sama saat saya kuliah itu.

Atau mungkin juga kampus saya belum terkena demam multimedia. Sehingga pada saat mengajar cukup dengan spidol dan white board. Atau agak ’kerenan’ sedikit, pake OHP. Sehingga, tidak muncul semangat dari saya waktu itu untuk menggali lebih dalam. Belajar secukup sajalah. Sehingga, semangat organisasi lebih dirasa menggairahkan, dibanding duduk menghadap tumpukan buku teks tua di perpustakaan. Apalagi kebanyakan bukunya berbahasa Inggris.

Nah, terkait Bahasa Inggris ini, taruhan dah. Lebih dari 70% mahasiswa di suatu perguruan tinggi, tidak mahir berbahasa Inggris. Lebih banyak mengandalkan bantuan perangkat lunak seperti transtool untuk menerjemahkan artikel-artikel kuliah – atau kalo sekarang mungkin mengandalkan google translate.

Saya juga membayangkan, mahasiswa-mahasiswa ini dipersiapkan khusus pengembangan skill cas-cis-cus berbahasa inggris ini. Alangkah hebatnya bila selama setahun, setiap mahasiswa yang baru masuk dikonsentrasikan pada kelas persiapan. Di dalamnya bisa berupa pendalaman Bahasa Inggris, ilmu-ilmu dasar terkait bidang studi yang diambil.

Memang, pada umumnya silabus kuliah sudah menyusun mata kuliah dari hal yang paling dasar. Seperti jaman saya itu ada Pendidikan Agama Islamnya, Bahasa Inggris, Kewiraan (semacam PPKN), Fisika Dasar, Kimia Dasar dan sebagainya. Namun sekali lagi, sayangnya hanya untuk memenuhi tuntutan kurikulum saja. Beban SKS Bahasa Inggris misalnya hanya 2 SKS dalam seminggu.

Saya kira, bila keseluruhan mata kuliah ini bisa dikonsentrasikan dalam satu paket – bisa berbentuk paket persiapan dan tidak terkotak-kotak lagi dalam bentuk SKS. Jadi mahasiswa selama setahun itu, diperlakukan mirip anak SMA saja dulu. Setiap hari masuk, setiap hari dalam seminggu itu diberikan penjurusan yang jelas. Sehingga, bila merasa tak cocok bisa pindah ke jurusan yang sesuai dengan minatnya. Setelah dasarnya kuat, semester tiga mereka sudah bisa dilepas. Sesuai dengan minat penjurusan masing-masing.

Cerdas sekali usulan sampeyan, tapi apa mungkin? Soalnya setiap dosen kan biasanya tidak hanya mengajar di satu tempat?

Lha, itu bukan urusan mahasiswa. Itu tanggungjawab pihak universitasnya. Kalo mau membuat terobosan, buatlah terobosan yang benar-benar maksimal. Perhitungan sederhananya seperti ini, bila kampus bisa menahan dosen untuk tidak ’berkaki dua’ dengan mengajar di tempat lain. Maka ia akan berkonsentrasi mengajar di kampus tersebut dan bila renumerasi yang diberikan cukup memenuhi kebutuhan pokoknya, insya allah inovasi-inovasi baru akan diberikan kepada pihak kampus sebagi bentuk loyalitasnya.

Okelah. Terus selanjutnya bagaimana?

Nah setelah matang ’pembibitan’ ini, sejak semester tiga mahasiswa silahkan diberikan mata kuliah lanjutan. Kalo yang ini setiap jurusan sudah punya standar masing-masing. Tak harus selalu dalam kelas. Sisipkan dengan belajar luar kampus, pemaksimalan fungsi laboratorium, diskuasi interaktif dan pemanfaatan perangkat multimedia yang ada di kampus.

Setelah itu, menginjak semester lima atau enam, mulai padukan perkuliahan dengan silabus kewirausahaan. Jangan hanya teori. Jalin kerjasama dengan pihak perusahaan/pihak-pihak di luar kampus untuk menerdiakan perangkat pembelajaran. Disesuaikan dengan spesialisasi konsentrasi ilmu yang diambil.

Hal ini bisa dikaitkan dengan semangat kewirausahaan pihak kampus sendiri. Misalnya seperti ini, untuk pengadaan peralatan laboratorium mutakhir pihak kampus bisa menjalin kerjasama dengan vendor penyedia. Sehingga, pembelian peralatan bisa dipangkas harganya. Syukur-syukur bisa diberikan gratis. Tentu, tidak ada barang yang benar-benar gratis. Tapi, bila kampus bisa memberikan posisi tawar yang bagus, tidak ada hal yang mustahil.

Maksudnya, akan ada timbal balik ke pihak vendor yang menguntungkan juga khan?

Betul sekali. Seperti menjadi mediator antara masyarakat binaan sekitar kampus dengan pihak vendor. Sekaligus, misalkan mendemonstrasikan bantuan peralatan yang diberikan pihak vendor kepada kampus. Bahwa, bantuan yang diberikan tadi akan dioptimalkan bagi pengembangan kebaikan dan peningkatan taraf hidup masyarakat sekitar. Sifat kerjasamanya bisa diikat dalam perjanjian jangka pendek maupun jangka panjang.

Bila ini berjalan, akan banyak keuntungan yang didapat. Pertama, pihak vendor akan merasakan manfaat publikasi berbahasa ilmiah sekaligus bagian dari kebijakan CSR (Corporate Social Responsibility) mereka. Belum tentu hal yang sama akan mereka dapatkan bila sekedar memasang iklan komersil atau advertorial seremoni saja.

Kedua, dari pihak kampus tentu ini akan mengurangi beban operasional pengeluaran. Mereka tak harus menguras isi kas mereka terlampau dalam. Ketiga, tentu ke mahasiswanya. Biaya kuliah dapat terjaga keterjangkauannya. Sekaligus, dari proses ini, mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu (fakultas) dapat diikutsertakan sebagai bagian dari ilmu kewirausahaan. Bagaimana ilmu bernegoisasi, mencari rekanan, melayani masyarakat dan sebagainya.

Mmm, benar juga ya?

Benar. Keuntungan lainnya, mahasiswa bisa mengambil judul untuk tugas akhirnya berdasarkan studi kasus yang mereka lakukan selama proses negoisasi tadi. Sekali lagi, pola yang saya usulkan ini tadi, benar-benar harus melibatkan mahasiswa secara aktif. Terutama dalam fase-fase kewirausahaan yang tengah dijalankan oleh kampus. Tujuannya tentu untuk memberikan wawasan seluas-luasnya mengenai dunia entrepreneurship yang sesungguhnya.

Ada contoh Perguruan Tinggi Idaman seperti yang sampeyan urai panjang lebar tadi?

Hmm, kalo 100%, belum ada saya lihat. Tapi tentang hal ini, saya jadi teringat dengan rekan blogger Nico Wijaya, pemenang Microsoft Bloggership 2010 award. Dia itu lulusan Teknik Informatika FTI Universitas Islam Indonesia. Saya sempat baca percakapannya yang dimuat di Koran Tempo edisi Minggu (21/3/2010), beberapa waktu lalu. Luar biasa, ini contoh yang bisa diambil dari seorang lulusan salah satu perguruan tinggi idaman.

Saya yakin, Nico tidak berasal dari perguruan tinggi asal-asalan dengan silabus yang pas-pasan. Keputusannya untuk menekuni dunia blog bukan berarti pintu kerja yang sesuai dengan bidang keilmuwan yang pelajarinya sudah tertutup. Melainkan, ini tentunya berangkat dari keyakinannya secara pribadi. Seperti katanya dalam wawancara dengan Koran Tempo, ”Menjadi blogger bisa hidup dengan layak”. Dan dia sudah membuktikannya. Melalui blognya ia berbagi apa saja. Tentang aktivitas kesehariannya hingga tentang mobile learning yang juga menjadi bahan skripsinya dulu.  

Dari sini dapat kita lihat, proses pembelajaran di dalam kampusnya, Universitas Islam Indonesia, telah membantunya untuk memantapkan pilihannya, menjadi salah satu internet-preneurship. Karena, kegiatan blogging sendiri tak lepas dari semangat belajar untuk menggali hal baru dengan berbagi pengetahuan yang dimiliki.

Bahwa ilmu tidak harus tergembok dalam definisi literasi semata. Tidak pula harus pula mewujud seperti buku. Tapi, ilmu harus bisa menjiwai setiap lakon kehidupan yang akan dijalani oleh lulusannya pasca kampus.

Wah-wah.. luar biasa pemahaman sampeyan, Mas. Nggak nyangka saya. Terima kasih banyak untuk wawancaranya.

Sama-sama Pakde, saya juga senang bisa membagi pendapat. Kalo tulisan ini menang, tolong kabari saya ya...


Insya Allah..