2015-03-16

Kisah Nabi Sulaiman dan Rezeki Cacing Buta

Tags
Kisah Nabi Sulaiman dan Rezeki Cacing Buta

Nabi Sulaiman alayhissalam termasuk Nabi yang dianugerahkan Allah ta'ala beberapa keistimewaan. Seperti mampu menundukkan angin. Memerintah bangsa jin. Termasuk bisa mendengar dan memahami bahasa binatang, serta mampu pula berbincang dengan mereka. Berikut kisah Nabi Sulaiman dan Rezeki Cacing Buta.

Dalam sebuah riwayat, disebutkan suatu waktu Nabi Sulaiman alayhissalam tengah duduk di pinggir sebuah danau. Sejenak ia menebarkan pandangan ke sekeliling danau yang begitu hijau dan rindang. Banyak pepohonan kecil dan semak-semak yang tumbuh.


Beberapa hewan kecil dan serangga tampak sibuk dengan aktivitas masing-masing. Mencari makan di antara rerumputan. Suara mereka terdengar jelas oleh Sulaiman alayhissalam. Para hewan tersebut memuji dan bertasbih kepada Allah Swt atas rezeki yang mereka terima. Sulaiman pun ikut bertasbih memuji Allah Taala yang telah memberikan kelebihan dan nikmat yang banyak kepada dirinya.

Ia lalu memperhatikan iring-iringan semut, yang panjang berbaris, timbul tenggelam seiring dengan dataran batu kecil yang mereka lalui. Mata Sulaiman alayhissalam terus memperhatikan usaha gotong royong para semut yang begitu giat mengumpulkan makanan.
Kisah Nabi Sulaiman dan Rezeki Cacing Buta

Tiba-tiba mata beliau tertumbuk pada seekor semut yang tiba-tiba berjalan memisah dari rombongan. Sebutir gandum tampak terpikul di pundaknya. Ia berjalan menuju tepian danau. Dan di sana telah menunggu seekor kodok.

Tak berapa lama, kodok itu  membuka mulut dan sang semut yang membawa gandum tadi lantas masuk ke dalam mulut. Lalu sang kodok kemudian menyelam ke dasar danau, dalam waktu yang cukup lama.

Nabi Sulaiman alayhissalam merasa takjub dengan pemandangan barusan yang ia lihat. Barulah ia coba memikirkan apa yang sedang terjadi, tiba-tiba air danau terdengar berkecipak. Sang kodok melompat ke batu yang ada di pinggir kolam, dan membuka mulutnya.

Peristiwa aneh terjadi, sang semut keluar dalam keadaan sehat wal afiat. Sedangkan gandum yang ia bawa tadi, tak nampak lagi bersamanya.

Nabi Sulaiman alayhissalam lantas terheran-heran. Ia lalu memanggil semut dan bertanya apa yang sebenarnya terjadi barusan. "Wahai semut kemarilah. Dari tadi aku melihat engkau dan kodok, apa sesungguhnya yang kalian lakukan. Dan apa yang kamu lakukan selama berada di mulut katak?” tanya dia heran.

"Salam ya Nabiyullah. Sesungguhnya di dalam danau ini terdapat sebuah batu yang cekung berongga dan di dalamnya ada seekor cacing buta," jawab semut.

Cacing buta itu tidak kuasa keluar dari cekungan batu itu untuk mencari penghidupannya. "Dan sesungguhnya Allah taala telah mempercayakan kepadaku urusan rezekinya," lanjut semut.
Kata si semut, Allah telah memberikan amanah kepadaku untuk membawakan rezeki bagi sang cacing yang sudah buta itu.

"Lalu, dengan bantuan kodok yang juga mendapat amanah sebagai pengantar bagiku ke dasar danau, aku pun bisa membawakan makanan untuk sang cacing. Dengan kuasa Allah taala, maka air ini tidaklah membahayakan bagiku".

Nabi Sulaiman alayhissalam pun bertambah keimanan di dalam dadanya. Ia lantas bertanya kembali; "Apakah kamu mendengar suara tasbih cacing itu?”

"Ya, cacing itu mengucapkan: Wahai Dzat Yang tidak melupakan aku di dalam danau yang dalam ini dengan rezeki-Mu, janganlah Engkau melupakan hamba-hamba-Mu yang beriman dengan rahmat-Mu."

Nabi Sulaiman alayhissalam lantas bersujud syukur kepada Allah subhana wataala dan larut dalam tafakurnya.

Demikianlah, Allah mengatur rezeki segenap makhluknya, termasuk manusia. Sebagaimana pesan Al Quran dalam surat Hud ayat 6; "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allahlah yang memberi rezekinya."

Jika cacing buta yang terjepit di dalam batu di dasar danau sekalipun, Allah subhana wataala telah menjamin rezekinya, apatah lagi kita manusia yang mempunyai kemampuan usaha dan daya pikir. Tak sepantasnya kita meniadakan Allah subhana wataala dalam urusan mencari rezeki. Sebagaimana hikmah yang dapat kita tarik dari Kisah Nabi Sulaiman dan rezeki cacing buta di atas. Wallahualam. (*)

2015-03-08

Kisah Cincin Nabi Sulaiman

Tags
Batu Akik Sulaiman -- Bicara soal batu akik, ternyata genre batu akik Sulaiman banyak juga yang mencarinya. Katanya sih punya kelebihan, bisa untuk ini, bisa untuk itu, bisa menambah ini, bisa menambah itu.
 
Bagi saya pribadi, cincin hanyalah sekedar cincin. Cukup sebagai perhiasan saja, tanpa perlu memberikan embel-embel kesaktian apalagi kelebihan-kelebihan yang terkadang tidak mampu dijangkau oleh rasional.
 
Kalau sudah begini, orang Indonesia paling jago untuk memberi istilah dan hal klenik lainnya. Tapi sudahlah, keindahan batu akik terutama batu akik sulaiman cukup dilihat dari kemilaunya saja yang indah dan sangat cantik, seperti gambar-gambar di bawah ini :
 
Batu Akik Sulaiman Combong
Batu Akik Sulaiman Combong
Batu Akik Sulaiman Daud
Batu Akik Sulaiman Daud
Batu Akik Sulaiman Hijau
Batu Akik Sulaiman Hijau
 
Batu Akik Sulaiman Junjung Derajat
Batu Akik Sulaiman Junjung Derajat


Batu Akik Sulaiman Kuning
Batu Akik Sulaiman Kuning

Batu Akik Sulaiman
Batu Akik Sulaiman Kurung


Batu Akik Sulaiman Madu
Batu Akik Sulaiman Madu


Batu Akik Sulaiman Mata
Batu Akik Sulaiman Mata

Batu Akik Sulaiman Pancawarna
Batu Akik Sulaiman Pancawarna


Batu Akik Sulaiman Susu
Batu Akik Sulaiman Susu


Batu Akik Sulaiman Wulung
Batu Akik Sulaiman Wulung

Oya, terkait dengan batu akik Sulaiman ini, setelah coba digugling ada riwayat israiliyat yang saya dapat. Sebenarnya dalam kisah tersebut cuma disebut Cincin Sulaiman saja. Tidak tahu apakah itu adalah cincin batu akik, atau cincin logam yang biasaya sekaligus berfungsi sebagai stempel. Wallahualam.

Berikut kisahnya :

Dikisahkan dalam kitab Mukhtashor Tarikh Dimasyq, suatu ketika saat Nabi Sulaiman alayhissalam hendak berwudhu, ia lalu menitipkan cincin kepada Aminah, seorang pembantunya. Kemudian berwudhulah Sulaiman.

Rupanya, pada saat bersamaan, ada sesosok Jin yang tengah berada di balik pintu dan mendengar penuturan Sang Nabi. Muncul pikiran jahil di kepalanya. Dengan mengendap, ia pun berpura-pura datang dari arah kamar mandi dan membasahi muka dan janggutnya.

Jin yang menurut riwayat bernama Sokhr itu, lalu menyaru wajahnya semirip mungkin dengan Nabi Sulaiman alayhissalam. Sang Jin lalu mengibas-ngibaskan jenggotnya yang basah seolah dari berwudhu dan menemui sang pembantu.

”Cincinku wahai Aminah.”

Tanpa curiga, Aminah lalu memberikan cincin tersebut kepada jin Sokhr yang telah menyaru menyerupai Nabi Sulaiman, lantas diapun duduk di singgasana Sulaiman.

Melihat perwujudan Sulaiman telah berada di singganana, maka golongan burung, jin, setan, awan pun segera turun dan metunduk kepadanya.

Sementara itu, dari tempat wudhu terjadi kegaduhan. Sulaiman alayhissalam yang baru selesai berwudhu mengatakan kepada Aminah, ”Cincinku.”

Aminah terkejut dan bingung, lalu ia bertanya,”Siapa anda?”

Dia menjawab,”Aku Sulaiman bin Daud.” Dan tampak terdapat perubahan pada
penampilannya.

Aminah berkata,”Engkau bohong! Sesungguhnya Sulaiman telah mengambil cincinnya dan saat ini dia tengah duduk di singgasanan kerajaannya.”

Demi mendapat penjelasan tersebut, kagetlah Sulaiman alayhissalam dan tahulah ia bahwa dia telah mendapati suatu kesalahan.” (Kitab Mukhtashor Tarikh Dimasyq juz III hal 379)

Dalam riwayat lain terdapat kelanjutan kisahnya. Setelah menyadari kesalahan, Sulaiman alayhissalam merasa malu dan menyesal, ia pun berlari jauh ke padang tandus. Hingga pada suatu ketika ia merasa sangat lapar dan dahaga.

Ia pun mulai meminta makanan dan minuman kepada orang-orang yang ditetemuinya, sembari berkata, ”Aku Sulaiman bin Daud.”

Namun orang-orang tidak mempercayainya. Menurut riwayat, Sulaiman berada dalam keadaan lapar dan tanpa tutup kepala ini selama 40 hari.

Hingga sampailah Sulaiman alayhissalam di tepi pantai dan dia menyaksikan sekelompok nelayan. Ia pun lalu menghampiri dan menawari diri untuk bekerja kepada mereka.

Kemudian Asif bin Barkhoya berkata,”Wahai orang-orang Bani Israil, sesungguhnya cincin Sulaiman telah dicuri oleh sekelompok setan dan sesungguhnya Sulaiman telah pergi dengan ketakuan diwajahnya.”

Tatkala Jin yang duduk di singgasana itu mendengar perkataan tersebut, maka ia pun pergi menuju lautan dengan perasaan takut dan membuangnya. Cincin yang dibuang itu lalu ditelan oleh ikan salmon yang kemudian ikan itu terjaring oleh Sulaiman dengan izin Allah swt.

Dan, saat ikan tersebut dibawa ke daratan, Sulaiman lalu menyianginya. Saat membelah perut ikan tersebut maka ia mendapati cincinnya berada di dalamnya lalu dia pun memakainya di jarinya dan bersujud syukur kepada Allah swt.

Setelah itu dia kembali ke singgasananya dan duduk diatasnya sebagaimana disebutkan didalam firman Allah swt Artinya : “Dan Sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia) tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit), kemudian ia bertaubat.” (QS. Shaad : 34) (Bada’i az Zuhur fii Waqo’i ad Duhur juz I hal 85).

Catatan Redaksi : Kisah di atas termasuk kisah israiliyat, atau kisah yang bersumber dari Bani Israil. Terhadap kisah-kisah israiliyat seperti ini, Nabi Muhammad Shalallahu ‘alayhi wasallam tidak melarang dan tidak pula menganjurkan untuk mendengarkannya. Jika ada yang baik, maka bisa menjadi pelajaran. Jika tidak maka cukup diabaikan. Wallahualam

Sumber : tutorialbagus.com
 

2015-03-04

Mensyukuri Kebangsaan dari Sepiring Penuh Gado-Gado

Kebangsaan Gado-Gado

Apa istimewanya gado-gado? Ah, tidak begitu enak kalimatnya dibaca. Coba kita ganti kalimat pembukanya menjadi "Ada apa dengan Gado-Gado?". Sehingga harus menjadi tema tulisan pada kesempatan posting kali ini?

Iya, ada apa sih dengan gado-gado? Itu kan makanan biasa saja. Semua orang tahu. Banyak yang berjualan gado-gado. Hampir di tiap gang atau perumahan, makanan bersaus kacang itu dengan mudah akan kita temui.

Makanan alternatif bagi yang lagi bosan makan nasi dan cukup ampuh mengusir lapar. Walaupun sebenarnya, dengan keberadaan irisan lontong -- yang tak lain juga adalah wujud beras, sama saja dengan makan nasi. Tapi, kenyataannya bagi sebagian besar perut orang indonesia, makan lontong belum makan nasi namanya. Jadi bolehlah disebut jika gado-gado dengan lontong di dalamnya, merupakan alternatif pengganti nasi.

Selain murah, makanan ini sangat menyenangkan. Tak heran, jika lontong ini sering dimakan berdua. Atau dijadikan tambahan lauk. Nah lho, makan nasi lauk lontong..

Gado-gado dan kebangsaan
Lalu perspektif apa yang dapat kita pakai untuk melihat keistimewaan sepiring penuh gado-gado ini?

Ternyata, kita bisa belajar mensyukuri kebangsaan dari sepiring penuh gado-gado.

Bagi masyarakat Indonesia, tentu tak akan tampak keistimewaannya. Karena bagaimana pun, gado-gado adalah barang biasa yang mudah dan sering ditemui sehari-hari.

Tak aneh jika kemudian, saya menuliskan bahwa gado-gado ini masakan yang istimewa. Lezat dan tiada tandingan soal rasa dan keunikannya. Boleh jadi sebagian yang lain akan menganggapnya berlebihan. Toh, setiap orang sudah mengenal dan bahkan telah menjadikannya salah satu menu dalam variasi lauk.

Namun jika kemudian saya sebut bahwa Gado-gado akan diklaim oleh Negara tetangga. Bahwa itu adalah makanan tradisional asli negaranya. Apa yang kamu rasakan? Marah, langsung menghujat terus teriak "Ganyang si anu..!!".

Nah, berarti penting kan sepiring gado-gado untuk menyadarkan tentang identitas kebangsaan kita? 

Sudah lumrah memang, hal luar biasa, unik, istimewa menjadi biasa dan terabaikan dalam kehidupan sehari-hari, saking akrabnya kita dengan sesuatu hal.

Kita merasa baru berharga, saat sesuatu itu sudah hilang.
Kita merasa baru memiliki, saat orang lain hendak mengklaim.
Kita merasa baru memiliki Negara, saat ada bangsa lain yang hendak mengintervensi kedaulatan kita.
Kita merasa baru sadar sehat itu mahal, saat melihat tagihan berobat Rumah Sakit sedemikian bengkak.

Begitulah.
Terkadang kita hanya perlu mengambil contoh sederhana dengan analogi yang sederhana pula untuk menyadarkan kita dalam mensyukuri sebuah tema bernama kebangsaan.

Baik, mari kembali ke piring gado-gado kita. 

Silahkan dilihat bahan-bahan di atas poring. Ada kubis, ada toge, ada kacang panjang, ada mentimun, ada tomat, ada kentang, ada tahu, ada tempe, kangkung, taburan emping melinjo atau kerupuk ataupun kerupuk udang sesuai selera.

Dengan sedikit variasi komponen di dalamnya termasuk cara mengolah sayurnya, maka kita akan menemui nama yang berbeda di beberapa daerah. Ada pecel untuk daerah ..., ketoprak, ...

Walaupun berbeda, tapi tetep saja itu gado-gado. Sangat pas bukan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika? Berbeda-beda, tetap satu jua. 

Soal variasi bumbu dan bahan serta cara penyajian, itu tak lebih soal selera. 

Jika ketoprak itu beken di pesisir Jawa Barat dan Jakarta, maka pecel dan lotek lebih dikenal di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Istilah lain, Uleg untuk daerah Jatiwangi. Gado-gado? Sebutan yang dipakai oleh orang Betawi.

Bahannya ada yang menggunakan tambahan bihun, ada yang direbus, ada yang cukup diuapkan atau dikukus. Ada yang seluruh bahan dicampur di atas ulekan langsung. Ada pula yang disiramkan di atas sayuran di dalam piring. Sesuai selera, sesuai kebiasaan di suatu daerah.
 
Dalam gado-gado beserta variasi di dalamnya, kita akan melihat satu identitas yang sama. Ya, keberadaan saus kacang. Kacang tanah yang disangrai lalu dihaluskan secara manual menggunakan ulekan. Kemudian dalam pengolahan sebelum penyajian, diberikan air asam dan air.

Dalam perspektif kebangsaan, ini bisa diibaratkan dengan identitas pemersatu layaknya Bahasa Indonesia. Yang sangat pas untuk menjadi identitas utama.

Saat sebuah sayuran disiram dengan saus kacang, orang tahu itu pasti gado-gado. Jika tidak, maka rebusan sayuran tadi hanya akan disebut lalapan saja.

Begitu juga, orang Indonesia. Walaupun secara adat dan geografis, berbeda-beda dan memiliki bahasa daerah sendiri. Namun, saat keduanya bertemu, maka otomatis keduanya akan menggunakan bahasa Indonesia.

Setuju?

Gado-gado Sumbangkan Satu kosakata Bahasa
Dari namanya sendiri pun, gado-gado menyumbang satu perbendaharaan idiom bahasa indonesia. Ya, gado-gado mempunyai arti campuran. Silahkan lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online :

gado-gado /ga·do-ga·do/ n 1 makanan yg terdiri atas sayur-sayuran, kentang, tempe, tahu, telur rebus, dll diberi bumbu sambal kacang dsb; 2 cak campur aduk tidak keruan 

Sekarang mari dinikmati gado-gadonya. Mulailah mengambil yang dekat dengan tangan kanan anda.

Rasakan paduan rasa dan aroma sayuran yang menciptakan sensasi cetar membahana di lidah. Ajak potongan lontong ke dalam sendok anda,  sebagai penengah pertemuan rasa segar sayuran dengan manis-gurihnya siraman kuah kacang.

Dan gigit perlahan lalu kunyah. Maka anda akan merasakan sensasi makan original yang tidak akan anda jumpai di belahan bumi mana pun selain indonesia.

Betapa luar biasa memang gado-gado ini. Walaupun dijual di pinggir-pinggir jalan, walau terkesan tidak higienis. Namun soal cita rasa, hmm.., kita harus banyak-bantak bersyukur.

Indonesia kaya akan kuliner yang kaya akan rempah-rempah, bahan tradisional yang sehat dan menyehatkan. Gado-gado telah menjadi salah satu identitas yang menguatkan rasa kebangsaan.

Demikian juga dengan kita sebagai bangsa. Kita bersyukur, banyak dan beragam suku, adat istiadat, kebudayaan yang ada, telah menjadikan Indonesia menjadi negara yang sangat nyaman ditempati sebagai kampung halaman.

Dari gado-gado kita telah belajar tentang bagaimana menghargai dan mensyukuri karunia bangsa. Merdeka!