2009-10-02

Pemimpin yang Tidak Berguna

Tags

Di tempat pekerjaan mana pun, setiap kita akan menemui budaya dan pola yang berbeda-beda. Tergantung dari sistem apa yang dipilih oleh tempat kerja kita, spesifikasi pekerjaan, cakupan wilayah pekerjaan serta faktor pemimpin. Termasuk dalam hal ini adalah tipe para pemimpinnya.

Mengharapkan tempat kerja yang kondusif dan benar-benar sesuai dengan keinginan kita, ibarat mencari jarum di tengah tumpukan sekam. Sesuatu yang sangat mustahil. Bahkan di tempat yang menurut istilah banyak orang, terkenal bonafit dan welfare sekali pun. Selalu ada bayangan di bawah tempat yang terang. Begitu kata orang bijak.

Karena, terkadang semuanya kembali kepada sudut pandang dari yang memegang kebijaksanaan. Apa yang disebut kesejahteraan di mata karyawan, belum tentu searah dengan pemahaman di tingkat manajemen. Karena, sudut pandang karyawan cenderung sangat sederhana dan subyektif. Gaji tidak terlambat. Kesejahteraan karyawan dan keluarga dicukupi, anak dan istri tercover asuransi dan sebagainya.

Sedangkan bagi seorang manajer, terlalu banyak poin yang harus ikut dipertimbangkan. Dan harus berbagi dengan pos-pos pengeluaran lain.

Beruntunglah bagi mereka yang pada saat ini telah merasakan bekerja di tempat yang bonafit serta benefit. Di mana, kesejahteraan karyawan diperhatikan dengan sebenarnya dalam limit optimum. Bukan sekedar memberikan upah, segaris di atas UMR.

Banyak teman-teman di sekitar kita yang kerap mengeluhkan tentang buruknya manajemen dalam memperhatikan kenyamanan bekerja dan kesejahteraan mereka. Bahkan ada yang sampai menyebut dengan istilah, Pemimpin Yang Tidak Berguna.

Geli saya mendengarnya. Memang ada pemimpin yang tidak berguna? Setahu saya, yang sering disebut tidak berguna biasanya adalah bawahan atau staf yang tidak becus kerjanya serta tidak memuaskan pemimpinnya.


Tapi kalau Pemimpin? Apa iya ada yang tidak berguna.

Mari kita coba lihat dengan parameter yang sama, kita coba balik keterangan kalimat di atas. Pemimpin tidak berguna adalah pemimpin yang tidak becus kerjanya serta tidak memuaskan bawahannya. Sungguh, kedengarannya aneh dan sangat menggelikan. Memang karyawan ada hak untuk menilai pemimpinnya sebagai pemimpin yang tidak berguna?

Pandangan saya, kalau memang itu menyangkut kesejahteraan. Maka, jawabannya adalah IYA!

Tak kan ada pemimpin bila tidak ada anak buah. Termasuk tidak ada orang kaya tanpa ada orang yang lemah dan tak mampu. Pengusaha jaringan supermarket pun hidup dari daya beli orang yang secara ekonomi di bawahnya. Begitu juga para pemimpin. Mereka 'hidup' dari keringat yang mengalir di kening para karyawan. Mereka bisa tertawa senang dari tekanan beban pikiran para buruh memikirkan pekerjaan rutin.

Jadi kalau karyawan menuntut sesuatu yang memang menjadi haknya, maka itu adalah kewajiban perusahaan untuk memenuhinya. Sekira pun secara finansial perusahaan belum mampu untuk memenuhi 100%, paling tidak mereka yang duduk di middle management tidak menunjukkan gaya hidup yang berlebihan.

Karena, biasanya di sinilah pemantik kecemburuan karyawan. Belum lagi, bila secara terang-terangan sang pemimpin bersikap tidak adil. Pilih kasih atau malah memang mempunyai niat jahil untuk mengadu domba antara karyawannya.

Tidak ada keuntungan dari tindak-tanduk pemimpin seperti ini. Karena, kalaupun sang pemimpin puas karena telah terpenuhi kebutuhannya. Tapi di level karyawan, konflik akan mudah tersulut. Bahkan oleh hal remeh-temeh sekalipun.

Kinerja karyawan akan menurun, tak kan ada lagi loyalitas yang dibangun atas dasar hubungan kerja profesional. Yang ada kerja di bawah tekanan. Kerja mekanis, tak ada lagi ikatan emosi. Jangan harap para karyawan akan memberi pengabdian lebih. Yang ada mereka akan semangat membaca lowongan kerja. Dan bersiap meloncat jauh-jauh.

Ujungnya perusahaan yang dibangun dengan susah payah, akan tenggelam. Secara internal ia akan terus menjadi gunjingan para karyawan dan keluarga besar mereka di rumah. Dari luar pun, perusahaan tersebut semakin tidak mempunyai daya saing. Karena orang-orang terbaik satu per satu, mundur dengan teratur. Kecuali ada faktor X yang menjadi kartu As sang Pemimpin. Dukungan modal tak terbatas atau jaminan dari pihak penguasa. Siapa yang tahu?

Saran saya untuk mereka yang terjebak dalam kondisi seperti ini, keluarlah! Membiarkan diri terjebak dalam lingkungan yang zhalim sama saja dengan menzhalimi diri sendiri. Rasul sendiri menghimbau hijrah para sahabatnya untuk menghidarkan pengikutnya dari masyarakat Quraisy Mekkah yang zalim. PAdahal di sanalah sebenarnya tali kerabat dan kaum keluarga berkumpul...
Wallahualam bish shawab.

Makasih ya udah mampir ke blog Pakde. Besok-besok dateng lagi..
Monggo diisi feedback komennya di bawah ini
EmoticonEmoticon