Apa yang anda tonton sekarang di depan televisi? Banyak. Mulai dari berita bencana, politik, kriminal sampai komedi ‘ancur-ancuran’. Masih ingatkah saudaraku dengan bencana di Ranah Minang minggu lalu. Masih lekatkah? Apakah anda masih memandangnya sebagai berita luar biasa atau sudah mereda rasa duka anda?
Semoga kita belum bosan untuk menyimaknya. Karena, masih banyak hikmah yang harus kita gali di balik terjadinya sebuah bencana. Bagi mereka yang menjadi korban ataupun kita yang jauh berada di sini. Semoga kita tidak jerih dengan pemberitaan media yang cenderung massif. Memborbardir pikiran dan akal kita di setiap sudut detik. Simak seperlunya, namun jangan tertinggal untuk mengamati perkembangannya setiap hari.
Sehari dari peristiwa gempa, kita masih ternganga tak percaya bahwa peristiwa itu benar-benar terjadi. Bagaimana mungkin, belumlah satu bulan peristiwa Gempa yang melanda Tasikmalaya, kini Padang dan Jambi pun berguncang. Hari kedua, kita tergerak untuk membantu. Berapapun sumbangan kita. Pakaian bekas dan beberapa lembar rupiah dengan kerelaan penuh kita hantarkan ke pos-pos penggalangan dana. Hari berikutnya, kita mulai disibukkan dengan pekerjaan sembari sekilas melirik ke layar kaca. Ya sesekali. Diselingi dengan berita korupsi dan sepakbola. Dan seminggu kini, kita seakan terbiasa dengan sajian berita evakuasi dan suasana daerah bencana yang belum tersentuh bantuan. Tapi hati kita seolah tak antusias lagi. Bantuan kemarin rasanya sudah cukup. Dan tanpa terasa kita pun melupakan mereka yang masih menjadi korban. Bukan sengaja, tetapi karena jebakan kebiasaan.
Ya, kita gagal mempertahankan simpatik kita dalam bentuk antusiasme. Amalan menjadi hambar akibat perasaan biasa-biasa saja. Padahal, tidak ada kata biasa-biasa saja bagi mereka para korban. Datangnya bencana alam tidak saja merusak infrastruktur fisik. Namun, datangnya bencana berarti meluluhlantakkan jalinan masa depan yang telah tersusun rapi. Melantakkan mimpi dan cita serta mencerai beraikan anggota keluarga bahkan anggota badan!
Dalam sekejap, banyak anak yang kehilangan orangtua. Ayah yang ditinggal mati putra tercinta. Satu generasi terputus. Dan tak sedikit pula yang kemudian terancam trauma karena kaki yang patah harus diamputasi. Trauma berlapis. Sudahlah harta lebur, keluarga hilang. Kini badan pun harus merasakan sakitnya yang kedua. Jangan bertanya apakah cita-cita mereka sekarang. Yang mereka butuhkan adalah bantuan makan dan minum secepatnya. Bukan acara seremonial. Sedikit tapi ikhlas saja rasanya tak cukup untuk suatu bencana besar seperti bencana di Padang ini. Harus ada penggerakan potensi besar agar bantuan menjadi tepat guna dan tidak diselewengkan. Saatnya mengambil peran untuk beramal yang lebih besar manfaatnya.
“Sesungguhnya Kami akan menimpakan cobaan atas kalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan serta kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, yaitu orang-orang yang jika ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘ûn." (QS al-Baqarah [2]: 155-156).
2009-10-05
Gempa Sumbar : Semoga Kita Masih Merasakan Dukanya
✔
Pakdezaki
Diterbitkan 10:47 AM
Tags
Artikel Terkait
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Makasih ya udah mampir ke blog Pakde. Besok-besok dateng lagi..
Monggo diisi feedback komennya di bawah ini
EmoticonEmoticon