Untuk kehidupan sehari-hari, sang guru ahli hikmah nan bijak tersebut, mengenakan pakaian sederhana. Tidak kumal dan tidak pula terlihat kumuh. Namun, saat datang orang memerlukan bantuan, ada saja yang dapat diberikan oleh sang guru. Ia sering terpekur memikirkannya, bagaimana mungkin kehidupannya yang sederhana, namun masih bisa membantu orang lain.
Ia menduga, pasti gurunya ini adalah orang kaya. Tak mungkin ia bisa membantu orang, jika ia sendiri tidak berkecukupan. Lalu, dalam sebuah kesempatan berdua, ia pun menanyakannya kepada sang guru :
"Guru bagaimana cara menjadi orang yang kaya raya?", tanyanya.
Sang guru tersenyum dengan indahnya. "Anakku, ada dua cara menjadi orang yang kaya raya. Ingatlah baik-baik keduanya. Pertama, Kamu bekerja keras di setiap waktu yang kamu punya. Lalu mengumpulkan semua rezeki yang diperoleh ke dalam rumahmu dalam bentuk harta benda, asset dan berbagai kepemilikan lainnya atas namamu.
Dengan begini, kamu akan kaya raya. Punya banyak macam harta yang bisa menjadi jaminan mu di masa yang akan datang. Kamu bisa pergi ke tempat yang kamu sukai. Dan kamu juga bisa memilih akan bertempat tinggal di mana yang engkau senangi. Namun satu hal, kamu tidak akan tahu nasib hartamu itu ke depan. Akankah kekal, atau malah lenyap ditelan musibah”, lanjut sang guru.
“Lalu, cara yang kedua, sama saja. Yakni dengan bekerja keras. Menyingsingkan lengan baju untuk bekerja. Namun, kamu bisa membagikan sebagian besar dari rezeki yang kamu peroleh untuk di luar rumahmu. Sedangkan yang di dalam rumah hanya yang secukupnya seperlunya saja.
Dan aku lebih menyarankan cara kedua untuk orang sepertimu", jawab Guru.
Murid tersebut lantas mengernyitkan keningnya,"Mengapa demikian Guru? Bukankah harta benda kekayaan kita adalah hak kepemilikan kita?"
"Betul. Tetapi bila semua engkau kumpulkan ke dalam rumahmu, hatimu akan sering terikat kepadanya. Engkau akan cenderung kepadanya karena engkau merasa telah menyayanginya demi apa yang telah engkau lakukan untuk mengumpulkannya.
Namun, bila terjadi kehilangan, - seperti dicuri orang jahat, habis oleh musibah kebakaran, atau terpaksa harus pergi meninggalkannya, maka engkau akan merasa sakit sekali. Berasa menjadi mendadak jatuh miskin dan merasa kehilangan segala-galanya," terang sang Guru.
"Sedang cara yang kedua?"
"Cara yang kedua jika engkau lakukan, akan membuat hatimu tidak terikat kepada harta-harta itu. Karena sebagian besar ada di luar rumahmu. Engkau menyebarkannya kepada para tetangga, orang-orang di luaran sana dan mengatakan bahwa ini pinjaman dari Allah Swt bagi hidup mereka.
Engkau merasa seperti keran air yang hanya dititipi rezeki dan menyalurkan untuk mereka dan engkau tidak akan pernah kehilangannya karena Allah yang menjadi saksi dan penjaganya sedang saat engkau harus meninggalkannya itu semua menjadi amalan sholeh yang tidak putus-putusnya bagimu," urai sang guru.
Murid itu tertunduk dalam renungan. Hari itu ia belajar tentang makna kaya. Kaya yang bisa sejalan antara kaya materi dengan kaya hati. Kaya yang membebaskan, bukan kaya yang mengikatkan hati kepada harta-harta yang dimiliki. Sehingga muncul berat saat harus berbagi. (*)
Makasih ya udah mampir ke blog Pakde. Besok-besok dateng lagi..
Monggo diisi feedback komennya di bawah ini
EmoticonEmoticon