2010-02-14

Haryono, yang Berjuang untuk Desanya

Potret kemiskinan di negeri ini begitu mudah dilekatkan pada pertanian tradisional. Padahal sejatinya, Indonesia adalah negara agraris dan sudah semestinya pemerintah berkonsentrasi mengembangkan pertanian. Bukan sebaliknya mengembangkan perindustrian. Sehingga lihat saja, banyak pemuda desa yang tergiur aroma wangi kota, ‘tega’ meninggalkan sawahnya hanya untuk mengejar kerja ‘kantoran’. Demikian pula yang terjadi di Desa Telang Sari, Jalur 17, Banyuasin, Sumatera Selatan.

Selama bertahun-tahun, petani yang ada di desa ini, seolah berada dalam siklus yang sama. Lebih tepat disebut dengan lingkaran setan. Bagaimana tidak, saat musim panen tiba, masyarakat larut dalam euforia. Kegembiraan yang tak terkontrol. Rumah-rumah penduduk seolah berlomba membeli aneka perabot rumah tangga. Mulai dari perangkat elektronika hingga mengambil motor baru, dengan jalan kredit tentunya. Lupa, bahwa mereka seharusnya mempersiapkan diri untuk masa tanam berikutnya.

Alhasil, menjelang masa tanam, petani yang sudah habis dana tunainya, meminjam ke pengijon (rentenir). Dengan bunga yang sangat tinggi, tentulah dana yang harus dikembalikan menjadi besar berkali-kali lipat. Maka dengan segala ketidakberdayaan, barang-barang elektronika tadi dijual murah untuk melunasi hutang. Belum lagi, biaya pupuk, benih, pestisida dan biaya pemeliharaan lain yang sangat tinggi serta ancaman gagal panen akibat serangan hama, menjadikan kondisi semakin memprihatinkan. Lagi-lagi rentenir menjadi sandaran untuk meminjam.

Seolah nasib buruk tidak hendak beranjak, menjelang masa panen, harga gabah sering dipermainkan oleh tengkulak. Dengan segala akal bulus dan intrik, mau tak mau petani menjual kepada tengkulak tersebut, dengan harga yang jauh lebih murah dibanding harga beli yang ditetapkan pemerintah. Padahal kita tahu, sekarang ini harga beras kualitas standar rata-rata Rp6.000 – 8.000/kg. Sedangkan, para tengkulak bisa membeli hanya sekitar Rp 2.000 – 3.000/kg.

Dengan kondisi seperti ini, entah sengaja atau tidak, masyarakat terpola dalam lingkaran yang memiskinkan mereka. Kenyataan bahwa mereka menggarap di atas tanah milik sendiri yang dibagikan dalam program transmigran, tidak mampu mengangkat derajat kesejahteraan mereka.

Adalah Haryono, yang berjuang untuk memutus kemiskinan warga yang harus berjuang hidup di antara himpitan rentenir dan tengkulak. Terlalu heroik untuk menyebutnya sebagai pejuang. Karena, ia sendiri tidak ingin disebut seperti itu. Namun, bagaimana cara ia meningkatkan kesejahteraan masyarat desa yang notabene adalah para tetangganya sendiri? Tentu, ‘perjuangannya’ ini tidak semudah dan sesingkat seperti saya menceritakan dalam blog ini.

‘Perjuangannya’ dimulai saat ia berniat melanjutkan kuliahnya ke IAIN Raden Fatah akhir tahun 90-an di kota Palembang. Sekitar dua jam perjalanan darat atau satu jam lewat jalur air. Tekadnya yang kuat, tidak membuatnya malu untuk menjadikan masjid sebagai ‘kost-kostan’ pertamanya. Ya, awal ia pindah ke Palembang, Haryono sempat kebingungan hendak kost di mana. Sebagai anak petani yang tidak membawa bekal cukup, ia memutuskan untuk menumpang di masjid dan menawarkan diri untuk menjadi marbot (pengurus) masjid.

Lima tahun ia habiskan untuk menyelesaikan S1-nya. Lalu, ia pun bergabung ke LSM yang bergerak di bidang penghimpunan dan pemberdayaan zakat, Lazda Dompet Sosial Insan Mulia (DSIM). Sejak awal bergabung hingga sekarang ia berkonsentrasi pada pembinaan komunitas miskin di pinggiran kota Palembang dan sekitarnya. Maka tak heran, aktivitas pembinaan yang dilakukannya sehari-hari membuat ia akrab dengan abang beck, penjual keliling, buruh kasar, pemulung dan beragam profesi marjinal lainnya.

Termasuk kepada masyarakat dari desanya sendiri, Telang Sari. Syukur, lembaga DSIM memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk mengkreasikan program pemberdayaan bagi masyarakat miskin di desanya. Namun karena pemberdayaan bukanlah sekedar wacana yang bisa dibicarakan dalam tempo singkat, ia memulai pekerjaannya dengan melakukan pembinaan rohani keislaman dahulu. Haryono yakin, hanya mereka yang mempunyai mental sehat yang dapat dipercaya untuk diberi amanah berupa bantuan modal. Dan pembinaan keislaman salah satunya.

Hampir dua tahunan pola ini yang ia jalankan untuk masyarakat desanya. Selama itu pula ia banyak berdiskusi dan melakukan komunikasi intensif dengan para petani. Sesekali waktu, ia sempatkan untuk melakukan pengamatan langsung untuk memetakan permasalahan yang ditemui dan apa yang dibutuhkan. Dengan pola pembinaan yang cukup lama ini, ada di antara anggota kelompok tani mulai menunjukkan tanda-tanda kebosanan. Akhirnya, tinggal beberapa kelompok tani yang bertahan.

Tahun 2006, mulailah digulirkan bantuan besar-besaran untuk menggarap desa tersebut. Angkanya cukup fantastis, mencapai seratusan juta rupiah. Lembaga tempat ia bekerja DSIM, berhasil meyakinkan Dompet Dhuafa, Jakarta untuk menggarap pertanian di desa tersebut. Dengan tenaga bantuan satu orang penyuluh pertanian dari Jakarta, Haryono mulai bergulat memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada kelompok tani binaannya, agar sawah mereka bisa panen dua kali setahun. Dan yang paling utama adalah melepaskan ketergantungan mereka terhadap rentenir. Langkah yang ditempuh di antaranya dengan jalan mendirikan lumbung desa. Yang berfungsi pula sebagai koperasi desa.

Tentu saja dana bantuan yang diberikan, bukan pemberian cuma-cuma dan hanya habis sekali pakai. Dana tersebut diberikan dalam bentuk pinjaman untuk membeli benih dan biaya pemeliharaan secara berkelompok. Dan dikembalikan dengan jalan mencicil saat musim panen tiba. Dan tanpa bunga sama sekali! Karena dana yang digunakan adalah danazakat yang memang dikhususkan untuk program pemberdayaan.

Dengan demikian dana pinjaman tersebut juga dapat digulirkan kepada anggota kelompok yang lain. Sebagian dana yang lain dibelikan alat-alat pertanian yang dapat digunakan bersama. Seperti mesin traktor dan pembangunan lumbung desa yang dibuat permanen.

Alhamdulillah, sejak tahun 2007 hingga sekarang, warga desa mengalami surplus beras dan sudah mampu pula menunaikan zakat pertanian mereka. Bentuk kesuksesan sebagian memang bisa dilihat secara fisik. Namun, yang menggembirakan adalah perubahan mental masyarakat yang tidak lagi bergantung kepada rentenir. Karena menjelang masa tanam, mereka bisa memanfaatkan lumbung desa. Sedangkan saat musim panen, mereka tidak harus lupa diri dengan loyal berbelanja. Dengan kesadaran, mereka membayar kewajiban zakat bagi yang telah melampaui nishab dan menyisihkan dari hasil panen untuk disimpan sebagai cadangan benih dan cadangan padi bila masa paceklik datang tiba-tiba.

Bila dilihat, peran Haryono memang tidak terlalu hebat di sini. Hanya memberikan akses masyarakat pedesaan untuk mendapatkan fasilitas dan bantuan. Padahal inilah bentuk bantuan yang strategis. Karena, sebagaimana yang disampaikannya, salah satu faktor yang menyebabkan masyarakat tidak beranjak dari kemiskinan, adalah kesulitan untuk menjangkau akses ke pusat bantuan. Sehingga, kemiskinan senantiasa berulang dan terwarisi ke generasi selanjutnya.

Terima kasih Cak Har!

---
Foto-foto : Dok DSIM

16 comments

tulisan yg inspiratif.
terima kasih kontribusinya.
salam ngeblog dg taste!

@Trims Mas Anjari udah berkunjung. Mudah-mudahan tulisa saya menginspirasi orang banyak..

Selamat atas Keberhasilannya dalam meraih hadiah utama di acara eyang anjari ya.

keep blogging

Salut buat pak haryono ....

Seandainya disetiap desa di negeri ini ada orang2 seperti beliau, Majulah Indonesia dan sejahteralah para Petani di Negeri ini ....

Super Inspirasi ...

Salam ...

@Jumialley dan Aribicara --

Terima kasih semuanya..
Ya, saya sendiri salut dengan perjuangan Cak Har. Lebih salut lagi kepada semua teman-teman blogger yang telah mewarnai dunia maya dengan semangat dan cerita membangun..

Salam

Selamat ya Pak telah menjadi pemenang utama, Blog Anda bagus...

selamat pakde..
mohon segera kirim alamatnya via email: anjarium@yahoo.com

salam inspirasi negeri!

@Yuni arinukti -- Terima kasih. Sama-sama.. Blog mbak Yuni juga kreatif

@Mas Anjari -- Terima kAsih Mas. Sudah saya kirimkan data-data yang diperlukan.

wah pak har hebat, salut buat beliau.
juga buat pakde zaki yang membuat kita mengenal pak har... sukses pakde dah terpilih jadi pemenang

salam

SangaT menginspiriasi...
Selamat atas kemenangannya...
Smg indonesia bisa keluar dari kemiskinan...Amin...
:)

@Pasar Jogja & Anonim -- Alhamdulillah, terima kasih untuk apresiasinya. Saya turut senang bila kisah yang sangat saya angkat bisa menginspirasi..

bagus sekali pak tulisannya, wajar bisa meang

wah...selamat atas kemenangan nya yaaa...
tulisan nya memang benar benar inspiratif!!!

@Rappi -- Terima kasih Pak, ini juga saya masih belajar menulis feature.

@Bibi Titi -- Terima Kasih Bibi Titi Teliti, syukur alhamdulillah bila mampu menginspirasi banyak orang. Salam untuk Bobo dan adik-adiknya ya...

bagus bagus bagus dan sangat menggoda.
selamat buat pakde Z

Butuh alat2 pertanian sederhana seperti arit cangkul dll, hubungi kami

Makasih ya udah mampir ke blog Pakde. Besok-besok dateng lagi..
Monggo diisi feedback komennya di bawah ini
EmoticonEmoticon