Dear Pak Polisi,
Sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat Hari Ulang Tahun yang ke-60 tahun buat jajaran Polisi. Semoga menjadi pijakan berarti dalam terus memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat. Dan terima kasih - dari saya sebagai warga negara, atas semua yang telah dilakukan dalam mewujudkan pelayanan tersebut di atas.
Kemacetan di Jakarta sudah berada pada klimaks. Telah menjadi makanan sehari-hari, atau jangan-jangan malah sudah menjadi racun keseharian bagi mereka warga Jakarta dan sekitarnya.
Panjang sekali jika diuraikan penyebab kemacetan. Namun, hemat penulis, paling tida ada empat poin yang menjadi titik simpul penguraian kemacetan. Pertama, infrastruktur publik. Kedua, jumlah kendaraan pribadi yang terus meningkat. Ketiga, Kesadaran pengguna jalan. Dan yang keempat Kesigapan para petugas lalu lintas.
Infrastruktur Publik
Ini menjadi sorotan pertama mengingat, keberadaan jalan menjadi penunjang utama. Jalan yang sempit, permukaan jalan berlubang, rambu lalu lintas yang tidak memadai, traffic light yang tidak berfungsi, rambu-rambu dirusak oleh aksi vandalisme. Belum lagi jika kita bicara mengenai keberadaan kendaraan umum.
Saya yakin, siapapun yang menjadi pemimpin di Kota Jakarta, telah berusaha keras dalam mewujudkan sistem transportasi massal. Yang layak dan nyaman, serta tersambung dari satu titik ke titik yang lain. Kerja Polisi akan ringan. Karena simpul kemacetan akan mudah diurai.
Jumlah Kendaraan Pribadi
Ini pula yang menjadi penyebab utama kedua. Jumlah kenaikan kendaraan (hanya berdasar pengamatan saja), terus meningkat dari tahun ke tahun. Sementara keberadaan jalan tidak mengalami perubahan berarti. Walaupun menurut catatatan salah satu asosiasi produsen kendaraan bermotor, daya beli masayarakat cenderung menurun terakhir-terakhir ini.
Bisa dipastikan, ibarat air yang bertambah volumenya, namun pipa salurannya tetap. Maka debit kemacetan akan terus meningkat.
Kadangkala, muncul ide nakal di pikiran saya. Bagaimana jika, produsen kendaraan bermotor baik motor maupun mobil, ikut bertanggung jawab dalam mengelola kendaraan yang berhasil mereka jual. Di luar pajak pembelian yang mereka setorkan kepada pemerintah.
Maksudnya begini, para produsen memberikan insentif kepada para konsumennya yang telah memiliki motor (minimal 7 tahun) dan mobil (15 tahun), yang berminat menjual kendaraannya akan mendapatkan potongan sekian persen. Semacam tukar-tambah alias trade-in.
Tujuannya, agar produsen tetap bisa menjual kendaraan dengan stabil, sementara masyarakat mendapatkan manfaat, bisa memiliki motor atau mobil yang bagus terus. Terus kepada kemacetan bagaimana?
Umur kendaraan berpengaruh terhadap performa mesin. Bayangkan jika, mobil dan motor tua terus diperjual-belikan kebayang jika panas mesin di jalan? Bisa membuat antrian kemacetan di jalan. Lagian pula, jika memang ingin membeli mobil antik, ya sekalian antik. Buat sekitar rumah saja, jangan dibawa ke jalanan umum.
Buat produsen? Kendaraan-kendaran second tadi, jangan pula dijual kembali ke leasing motor bekas. Nanti malah dibeli oleh masyarakat yang sama. Jual saja ke daerah-daerah perkebunan dan pedalaman. Dengan sedikit modifikasi dan refurbish komponen-komponennya, motor tadi bisa dijual sebagai sarana untuk mengangkut pakan ternak, batang-batang karet, buah di daerah.
Daripada mereka membeli motor bodong hasil begal yang meresahkan? Mungkin ini bisa masuk jadi ranah CSR ya.. Hahaha, maafkan agak ngelantur...
Kesadaran Pengguna Jalan
Ini yang agak susah. Jika sudah urusan dengan manusia, maka tidak akan semudah membalikkan telapak tangan. Serius ini!
Kelengkapan kendaraan seperti SIM, STNK, Helm Standar, Spion hingga hal sepele seperti pentil ban itu penting! Catet ya PENTING!!
Jadi jangan duluan parno, bilang itu jadi bahan razia polisi. Tidak teman!
SIM artinya sampeyan memang sudah cukup umur dan layak mengendarai kendaraan.
STNK artinya sampeyan naik motor yang resmi, bukan hasil begal. Tak bisa menunjukkan STNK akan memancing kecurigaan. Apakah motor hasil ngembat, atau pinjam motor orang tapi tidak izin.
Helm standar, nggak perlu dijelasin lagi fungsinya. Naik motor itu rawan kecelakaan. Dengan hanya dua roda, maka mudah sekali seorang hilang keseimbangan di jalan. Jatuh sedikit, maka bisa mati sampeyan jika kepala sampai terbentur.
Spion buat melihat ke belakang - bukan untuk melihat masa lalu (halah!). Gak keren kan, motor udah canggih, kepala masih mengat-mengot ngeliat ke belakang. Lagian berapa sih harga kaca spion? Gak usah yang macem-macem, yang standar saja. Paling mahal juga sekitar Rp30 ribu. Kecuali jika sampeyan pengen pake spion berlapis emas dan bertahtakan berlian. Hehehe...
Saya termasuk yang paling setuju jika Penataran P4 itu dihidupkan kembali. Karena saya termasuk yang terakhir merasakan penataran ini pas waktu masuk SMA (Tahun 1997). Manfaatnya terasa dan berdampak. Rasa kebangsaan masih terasa mengalir di dalam dada. Entah anak sekarang..
So, apa maksudnya? Ntar dijelasin di bagian Pak Polisi deh..
Kesigapan para petugas lalu lintas
Baiklah ini ide utamanya. Kemacetan memang wilayah utama Pak Polisi untuk mengaturnya. Namun, bukan berarti Pak Polisi harus menjadi Superman atau SuperCop untuk menyelesaikannya dalam hitungan malam bak Bandung Bondowoso. Oh tentu tidak..
Baik, dari tiga faktor yang telah disebutkan di atas, yang masih bisa menjadi domain pak polisi untuk memainkan wewenangnya adalah pada peningkatan kesadaran pengguna jalannya. Faktor infrastruktur itu domain pemerintah, faktor jumlah kendaraan pribadi pun itu domain pemerintah dan swasta.
Jika pun ingin berharap masyarakat ingin mengurangi pemakaian dan pembelian kendaraan pribadi, maka pemerintah harus bertanggung jawab dulu untuk memberesi masalah transportasi dan infrastruktur pendukungnya, sebagaimana telah disebutkan di bagian atas. Transportasi publik aman dan nyaman, dengan sendirinya masyarakat akan mengurangi penggunaan kendaraan pribadi di jalanan.
Nah, terkait dengan wacana penataran P4 di muka dan dampaknya kepada pembinaan kesadaran pengguna jalan, maka penulis melihat sangat besar pengaruhnya.
Buat program Goes to School
Jika PAUD/TK saja ada kunjungan ke kantor Polisi, kenapa Polisi tidak 'membalasnya' dengan mendatangi mereka lagi saat sudah duduk di kelas SMP dan SMA? Maksudnya, Polisi rutin mengadakan penyuluhan di sekolah-sekolah. Usia yang - menurut pengalaman penulis sendiri, merupakan yang paling banyak menjadi pelaku pelanggaran di jalan.
Banyak anak-anak remaja kita yang tidak tahu sama sekali tentang peraturan berlalu lintas. Tak sedikit dari mereka yang sudah berani memakai sepeda motor dan mobil orangtuanya. Padahal untuk urusan SIM saja butuh usia minimal 17 tahun.
Lha ini, usia SMP saja sudah berani bonceng tiga-empat saat pulang sekolah. Kan kebliber?
Usia inilah yang baik untuk melakukan penyadaran. Mereka akan terus beranjak dan masih panjang usianya. Jika di awalnya mereka telah diberikan pemahaman (tidak hanya sekali), niscaya mereka bisa menjadi agen keselamatan berlalu lintas di jalan.
Usia inilah yang baik untuk melakukan penyadaran. Mereka akan terus beranjak dan masih panjang usianya. Jika di awalnya mereka telah diberikan pemahaman (tidak hanya sekali), niscaya mereka bisa menjadi agen keselamatan berlalu lintas di jalan.
Intensifkan Kampanye Safety Riding
Tujuan dari kampanye Safety riding adalah agar pengguna aman di jalan dan selamat sampai tujuan. Berkendara yang aman akan memberikan kenyamanan, baik diri sendiri maupun pengguna jalan yang lain. Sehingga, arus jalan tak perlu tersendat akibat ada motor yang mogok, tabrakan, aksi serobot jalur dan sebagainya
Dengan mengaktifkan kampanye ini, terutama pelibatan produsen motor (ATPM) dan komunitas motor lain, akan semakin mengefektifkan peran Pak Polisi dalam memberikan pengayoman dan terutama lagi dalam menyiapkan kader-kader safety di jalan. (*)
Makasih ya udah mampir ke blog Pakde. Besok-besok dateng lagi..
Monggo diisi feedback komennya di bawah ini
EmoticonEmoticon