2009-10-27

Memanipulasi Energi Cemburu

Tags


Coba ingat-ingat kembali kapan teman-teman mengalami perasaan iri dan cemburu? Perasaan di mana kita melihat orang begitu bahagianya mendapat kenikmatan baru. Masih ingatkah kita bagaimana tingkat kecemburuan kita dari hal yang sederhana, sampai kecemburuan yang luar biasa?

Teman, rasa iri dan cemburu itu kadang hadir terhadap hal-hal yang sangat kecil dan bahkan sangat sepele. Atau sebenarnya tidak perlu sama sekali. Karena, sadarkah kita bahwa cemburu yang hadir tersebut merupakan representatif dari sifat kanak-kanak kita?

Coba tulis bentuk kecemburuan yang pernah kita alami. Pernah merasakan iri melihat teman yang punya hape keluaran terbaru? Cemburu melihat teman akrab telah punya toko sendiri? Sedih melihat teman sudah menikah duluan? Marah ketika tahu 'musuh' kita ternyata sudah menjadi orang sukses? Jadi ingin juga memiliki motor kawan yang high tech? Dan sebagainya.

Lihatlah semuanya, tak lebih dari terganggunya ketenangan kita dalam menghadapi kesenangan orang lain. Sama seperti ketika kita merengek pulang ke rumah saat kecil dulu, tatkala kita melihat teman mempunyai mainan baru. Kita pun meminta kepada orang tua untuk membelikan juga..

Apakah perasaan iri dan cemburu tersebut masuk dalam kategori dengki?

Saya rasa bukan. bagi saya, ini sangat manusiawi sekali, dan sebenarnya bisa dijadikan energi positif buat mendongkrak etos hidup kita. Iri bisa berubah menjadi dengki bila muncul keinginan untuk melenyapkan kenikmatan yang ada dalam genggaman orang lain.

Dengan energi positif di atas, kita pun sebenarnya bisa melampaui batas diri kita sendiri. Kita akan merasa mudah termotivasi untuk melakukan sesuatu bila yang menjadi penyebabnya adalah orang yang berada dekat dengan lingkungan kita sendiri.

Boleh jadi memang ketika kita baru mengetahui akan kelebihan dan kenikmatan yang dirasakan oleh teman sendiri, serasa hati ini ingin meledak oleh amarah kecemburuan. Atau malah terkulai layu, lemah seakan tak berdarah lagi akibat tercelup oleh rasa sedih yang amat mendalam..

Namun, seandainya kita mau menyapih sifat kekanakan kita dengan sedikit sikap dewasa, niscaya kita bisa menjadikannya bahan bakar motivasi untuk meniru keberhasilan tersebut. Baik secara terang-terangan maupun diam-diam. Ketika kita kecil, kita mengadu kepada orangtua tentang mainan teman yang baru. Maka ketika kita sudah taklif seperti sekarang, Allah-lah tempat kita mengadu. Meminta agar memperoleh kenikmatan yang sama dengan mereka yang kita cemburui.

Sekedar berbagi pengalaman, saya bersemangat membuat blog setelah membaca blog sahabat saya ini yang telah mempunyai toko online. Juga sahabat saya yang lain dengan toko pempeknya.

Wallahualam.

Makasih ya udah mampir ke blog Pakde. Besok-besok dateng lagi..
Monggo diisi feedback komennya di bawah ini
EmoticonEmoticon