2015-03-04

Mensyukuri Kebangsaan dari Sepiring Penuh Gado-Gado

Kebangsaan Gado-Gado

Apa istimewanya gado-gado? Ah, tidak begitu enak kalimatnya dibaca. Coba kita ganti kalimat pembukanya menjadi "Ada apa dengan Gado-Gado?". Sehingga harus menjadi tema tulisan pada kesempatan posting kali ini?

Iya, ada apa sih dengan gado-gado? Itu kan makanan biasa saja. Semua orang tahu. Banyak yang berjualan gado-gado. Hampir di tiap gang atau perumahan, makanan bersaus kacang itu dengan mudah akan kita temui.

Makanan alternatif bagi yang lagi bosan makan nasi dan cukup ampuh mengusir lapar. Walaupun sebenarnya, dengan keberadaan irisan lontong -- yang tak lain juga adalah wujud beras, sama saja dengan makan nasi. Tapi, kenyataannya bagi sebagian besar perut orang indonesia, makan lontong belum makan nasi namanya. Jadi bolehlah disebut jika gado-gado dengan lontong di dalamnya, merupakan alternatif pengganti nasi.

Selain murah, makanan ini sangat menyenangkan. Tak heran, jika lontong ini sering dimakan berdua. Atau dijadikan tambahan lauk. Nah lho, makan nasi lauk lontong..

Gado-gado dan kebangsaan
Lalu perspektif apa yang dapat kita pakai untuk melihat keistimewaan sepiring penuh gado-gado ini?

Ternyata, kita bisa belajar mensyukuri kebangsaan dari sepiring penuh gado-gado.

Bagi masyarakat Indonesia, tentu tak akan tampak keistimewaannya. Karena bagaimana pun, gado-gado adalah barang biasa yang mudah dan sering ditemui sehari-hari.

Tak aneh jika kemudian, saya menuliskan bahwa gado-gado ini masakan yang istimewa. Lezat dan tiada tandingan soal rasa dan keunikannya. Boleh jadi sebagian yang lain akan menganggapnya berlebihan. Toh, setiap orang sudah mengenal dan bahkan telah menjadikannya salah satu menu dalam variasi lauk.

Namun jika kemudian saya sebut bahwa Gado-gado akan diklaim oleh Negara tetangga. Bahwa itu adalah makanan tradisional asli negaranya. Apa yang kamu rasakan? Marah, langsung menghujat terus teriak "Ganyang si anu..!!".

Nah, berarti penting kan sepiring gado-gado untuk menyadarkan tentang identitas kebangsaan kita? 

Sudah lumrah memang, hal luar biasa, unik, istimewa menjadi biasa dan terabaikan dalam kehidupan sehari-hari, saking akrabnya kita dengan sesuatu hal.

Kita merasa baru berharga, saat sesuatu itu sudah hilang.
Kita merasa baru memiliki, saat orang lain hendak mengklaim.
Kita merasa baru memiliki Negara, saat ada bangsa lain yang hendak mengintervensi kedaulatan kita.
Kita merasa baru sadar sehat itu mahal, saat melihat tagihan berobat Rumah Sakit sedemikian bengkak.

Begitulah.
Terkadang kita hanya perlu mengambil contoh sederhana dengan analogi yang sederhana pula untuk menyadarkan kita dalam mensyukuri sebuah tema bernama kebangsaan.

Baik, mari kembali ke piring gado-gado kita. 

Silahkan dilihat bahan-bahan di atas poring. Ada kubis, ada toge, ada kacang panjang, ada mentimun, ada tomat, ada kentang, ada tahu, ada tempe, kangkung, taburan emping melinjo atau kerupuk ataupun kerupuk udang sesuai selera.

Dengan sedikit variasi komponen di dalamnya termasuk cara mengolah sayurnya, maka kita akan menemui nama yang berbeda di beberapa daerah. Ada pecel untuk daerah ..., ketoprak, ...

Walaupun berbeda, tapi tetep saja itu gado-gado. Sangat pas bukan dengan semangat Bhinneka Tunggal Ika? Berbeda-beda, tetap satu jua. 

Soal variasi bumbu dan bahan serta cara penyajian, itu tak lebih soal selera. 

Jika ketoprak itu beken di pesisir Jawa Barat dan Jakarta, maka pecel dan lotek lebih dikenal di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Istilah lain, Uleg untuk daerah Jatiwangi. Gado-gado? Sebutan yang dipakai oleh orang Betawi.

Bahannya ada yang menggunakan tambahan bihun, ada yang direbus, ada yang cukup diuapkan atau dikukus. Ada yang seluruh bahan dicampur di atas ulekan langsung. Ada pula yang disiramkan di atas sayuran di dalam piring. Sesuai selera, sesuai kebiasaan di suatu daerah.
 
Dalam gado-gado beserta variasi di dalamnya, kita akan melihat satu identitas yang sama. Ya, keberadaan saus kacang. Kacang tanah yang disangrai lalu dihaluskan secara manual menggunakan ulekan. Kemudian dalam pengolahan sebelum penyajian, diberikan air asam dan air.

Dalam perspektif kebangsaan, ini bisa diibaratkan dengan identitas pemersatu layaknya Bahasa Indonesia. Yang sangat pas untuk menjadi identitas utama.

Saat sebuah sayuran disiram dengan saus kacang, orang tahu itu pasti gado-gado. Jika tidak, maka rebusan sayuran tadi hanya akan disebut lalapan saja.

Begitu juga, orang Indonesia. Walaupun secara adat dan geografis, berbeda-beda dan memiliki bahasa daerah sendiri. Namun, saat keduanya bertemu, maka otomatis keduanya akan menggunakan bahasa Indonesia.

Setuju?

Gado-gado Sumbangkan Satu kosakata Bahasa
Dari namanya sendiri pun, gado-gado menyumbang satu perbendaharaan idiom bahasa indonesia. Ya, gado-gado mempunyai arti campuran. Silahkan lihat Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) online :

gado-gado /ga·do-ga·do/ n 1 makanan yg terdiri atas sayur-sayuran, kentang, tempe, tahu, telur rebus, dll diberi bumbu sambal kacang dsb; 2 cak campur aduk tidak keruan 

Sekarang mari dinikmati gado-gadonya. Mulailah mengambil yang dekat dengan tangan kanan anda.

Rasakan paduan rasa dan aroma sayuran yang menciptakan sensasi cetar membahana di lidah. Ajak potongan lontong ke dalam sendok anda,  sebagai penengah pertemuan rasa segar sayuran dengan manis-gurihnya siraman kuah kacang.

Dan gigit perlahan lalu kunyah. Maka anda akan merasakan sensasi makan original yang tidak akan anda jumpai di belahan bumi mana pun selain indonesia.

Betapa luar biasa memang gado-gado ini. Walaupun dijual di pinggir-pinggir jalan, walau terkesan tidak higienis. Namun soal cita rasa, hmm.., kita harus banyak-bantak bersyukur.

Indonesia kaya akan kuliner yang kaya akan rempah-rempah, bahan tradisional yang sehat dan menyehatkan. Gado-gado telah menjadi salah satu identitas yang menguatkan rasa kebangsaan.

Demikian juga dengan kita sebagai bangsa. Kita bersyukur, banyak dan beragam suku, adat istiadat, kebudayaan yang ada, telah menjadikan Indonesia menjadi negara yang sangat nyaman ditempati sebagai kampung halaman.

Dari gado-gado kita telah belajar tentang bagaimana menghargai dan mensyukuri karunia bangsa. Merdeka!


Makasih ya udah mampir ke blog Pakde. Besok-besok dateng lagi..
Monggo diisi feedback komennya di bawah ini
EmoticonEmoticon