2011-09-07

Komik Propaganda#01 : Polusi Pariwara Politik

Tags

Seperti janji saya sebelumnya, saya akan memposting beberapa contoh karya komik strip saya yang mungkin masuk ke dalam kategori komik propaganda (atau komik PSA?). Bukan komik panjang memang, hanya komik strip yang dimuat setiap minggu di salah satu tabloid, yang juga punya hidden agenda

Sebenarnya, ini hanya tuntutan profesional saja. Saya dibayar, maka saya menggambar, bukan karena pendukung fanatik pasangan calon. Lagian juga, wilayahnya juga masih di wilayah abu-abu - masih menyimpan sedikit terang. Jadi saya masih berpikir positif saja selama bekerja di tempat tersebut.

Komik di bawah ini dibuat dalam masa kampanye pemilu Gubernur Sumsel, tahun 2009 - 2014 yang lalu. 

Mang Badar, Comic as Campaign Tool
Salah satu amunisi kampanye yang menjadi sasaran tembak para kandidat adalah isu pendidikan dan kesehatan. Salah satu kandidat yang sebelumnya menjabat sebagai bupati di Musi Banyuasin, mengusung Pendidikan dan Pengobatan Gratis. Sedangkan kandidat kedua, yang juga incumbent, melawannya dengan jargon Pendidikan dan Pengobatan Gratis Berkualitas

Apapun itu, yang terlupa adalah objek penderita adalah tiang listrik, pohon pelindung jalan, taman jalan, trotoar dan lainnya. Hampir di setiap sudut kota, terpasang alat peraga kampanye. Ibaratnya, tak sejengkal tanah yang terlewatkan untuk memasang baliho, pamflet, stiker maupun spanduk.Benar-benar penyebab 'polusi' pariwara politik.


Sebenarnya ini menjadi permasalahan di tempat-tempat yang lagi berpesta demokrasi (katanya sih..). Menjadi semacam identitas umum, yang menandakan adanya perhelatan kampanye. Meriah memang, tapi tidak semua orang bisa menikmatinya. Apalagi, seusai kampanye berlangsung. Sangat sedikit, orang-orang dari bagian tim sukses para kandidat yang sukarela membersihkan alat peraga kampanye, walaupun setelah masa kampanye tersebut ada masa tenang. Terutama stiker dan pamflet yang menempel di dinding rumah warga dan spanduk serta bendera yang dibiarkan lusuh terkoyak berbulan-bulan lamanya..

Bagaimana kalau setiap atribut kampanye yang digunakan dikenakan pajak saja? Tujuannya, agar tak sembarang menempel. Agar tim sukses dan Satpol PP punya data di mana lokasi pemasangan atribut resmi. Sehingga, Timses bisa dipaksa untuk membersihkan atribut yang ada. Selebihnya, warga bisa menolak penempelan atribut yang menggangu keindahan dan tidak memiliki izin resmi.

Kalo soal himbauan, tidak kurang banyaknya. Namun, telinga orang Indonesia ini sudah kapalan dengan himbauan dan nasihat. Mereka baru ngeh dengan pajak dan denda. Baru merasa penting kalau sesuatu itu ternyata memang ada nilai rupiahnya.

Ah, terlalu kejam juga rasanya...

Makasih ya udah mampir ke blog Pakde. Besok-besok dateng lagi..
Monggo diisi feedback komennya di bawah ini
EmoticonEmoticon