2011-10-14

Manfaat Zakat

Tags

Tak sepatutnya seorang Muslim tak paham dengan Zakat

Senantiasa ada hikmah dan manfaat di setiap perintah yang terdapat dalam Al Quran maupun Al Hadist. Hikmah dan manfaat tersebut terkadang bisa berupa keuntungan duniawi secara kasat mata. Atau bisa pula berupa pelajaran ilmu yang hanya mampu dirasakan oleh hati yang bersih. Termasuk perintah berzakat. Hal ini menunjukkan keharmonisan ajaran Islam dengan fitrah manusia sebagai mahluk ciptaan-Nya.


Kata ‘zakat’ secara bahasa berarti sesuatu yang mempunyai sifat yang suci, berkembang, dan barokah. Dalam surat Maryam [19] ayat 13 misalnya, digunakan kata ‘zakat’ dengan arti suci. Kemudian, dalam surat Annur [24] ayat 21, digunakan kata ‘zaka’ yang berarti bersih (suci) dari keburukan dan kemungkaran.Dan, pada surat At-Taubah [9] ayat 103, digunakan kata ‘tazakki’ dengan arti menyucikan dan dapat berarti menyuburkan dan mengembangkan karena mendapat barokah dari Allah.

Menurut istilah fikih, zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang kaya untuk disampaikan kepada orang yang berhak menerimanya dengan aturan-aturan yang telah ditentukan dalam syara.

Dalam Islam, zakat baru disyariatkan pada tahun kedua hijriyah. Meskipun dalam Alquran, khususnya ayat-ayat yang diturunkan di Mekah (Makkiyah), zakat sudah banyak disinggung, secara resmi baru disyariatkan setelah Nabi Muhammad saw hijrah dari Mekah ke Madinah.

Manfaat Zakat
Sudah menjadi tabiat manusia yang menginginkan manfaat dari setiap apa yang mereka kerjakan. Bahkan, banyak yang rela mengeluarkan uang dalam jumlah besar untuk membeli sesuatu, karena dilihatnya ada kemanfaatan yang besar dari barang yang ia beli itu. Lantas bagaimana dengan zakat?

Perlu pemahaman mendasar untuk memberikan penampakan manfaat dari perintah zakat ini. Karena, berbeda dengan aktivitas membeli kemanfaatan lainnya yang bersifat materi, zakat justru melepas harta untuk ‘kepentingan’ orang lain. Orang dipaksa untuk melepas sejumlah harta dari kekayaan yang dimilikinya, namun bukan untuk membeli kesenangan. Melainkan untuk diberikan kepada orang yang sama sekali tidak kita kenal.  Tentu saja pemahaman seperti ini jelas keliru dan boleh dibilang ini sebuah sudut pandang yang egois.

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu menjadi ketenangan jiwa bagi mereka dan Allah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui.” (QS At Taubah [9] : 103)

Ada dua sifat yang tumbuh dalam diri manusia karena keinginan memiliki harta. Sifat yang pertama yaitu tamak, yang kedua yaitu bakhil atau kikir. Karena kedua sifat inilah manusia ingin mengambil serta mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan ingin mengeluarkannya kembali dengan sesedikit-dikitnya, yang pada akhirnya manusia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta sebanyak-banyaknya. Tidak peduli dengan cara yang mereka lakukan walaupun seringkali cara yang mereka gunakan dapat menyakitkan orang lain seperti berbohong, menipu dan mencuri. Kadang-kadang tidak keberatan menganiaya orang lain, asal harta ini jatuh ke tangan kita.
Melalui ayat di atas, Allah swt memerintahkan Rasulullah saw untuk mengambil sebagian dari harta mereka. Tujuannya, membersihkan jiwa mereka yang kemungkinan besar masih tercampur antara amalan baik dengan amalan yang buruk.

Selain itu, ada beberapa hikmah dari perintah zakat di atas, yakni :

Zakat mendidik manusia untuk membersihkan jiwanya dari sifat kikir, tamak, sombong dan angkuh karena kekayaannya. Kalimat perintah ini seakan menunjukkan kekhawatiran bahwa jika tidak ‘dipaksakan’ melalui sebuah perintah, niscaya manusia akan lalai dalam ketamakan harta mereka.

Kunci hikmah berikutnya adalah, zakat dapat dijadikan sebagai salah satu wahana untuk memeratakan tingkat pendapatan masyarakat. Lebih tepatnya lagi, mengurangi jarak kesenjangan dan kecemburuan sosial yang timbul akibat perbedaan pendapatan dan kesejahteraan.

Dengan mengeluarkan zakat maka harta itu akan menjadi tumbuh, berkembang dan berkah. Ibarat bibit, maka harta yang telah dizakati itu adalah bibit unggul karena telah dibersihkan dengan zakat. Sebuah perumpamaan yang sangat indah tentang ibadah individu di satu sisi dan ibadah sosial di salah satu sisinya.

Sebagaimana poin kedua, sebentuk perhatian melalui zakat akan membuka pintu kasih sayang dan peduli terhadap sesama muslim. Memberikan rasa optimisme bagi fakir miskin karena merasa masih ada yang peduli dengan mereka. Wallahualam

Makasih ya udah mampir ke blog Pakde. Besok-besok dateng lagi..
Monggo diisi feedback komennya di bawah ini
EmoticonEmoticon