Zakat profesi menyasar para muzakki yang telah memiliki penghasilan di atas nishab. Biasanya haul (waktu) untuk membayar zakat adalah saat mereka menerima gaji. Dan biasanya pula mereka akan menerima penghasilan dengan jumlah yang sama setiap bulannya.
Lalu, bagaimana dengan mereka yang berprofesi tertentu, yang penghasilannya tidaklah tetap setiap bulannya? Seperti tenaga paruh waktu (freelance), konsultan yang penghasilannya tergantung dengan jumlah klien yang ditangani setiap bulannya? Atau profesi ‘serabutan’ yang mengerjakan banyak pekerjaan, namun penghasilan tidak diterima dalam waktu yang bersamaan?
Berikut penjelasannya :
Zakat profesi adalah zakat yang dikeluarkan dari penghasilan profesi (berupa gaji, upah atau honor) jika sudah mencapai nilai tertentu (nishab). Profesi yang dimaksud mencakup profesi pegawai negeri sipil (PNS) atau swasta, dan lain-lain.
Harta yang kita peroleh dari apa-apa yang kita usahakan apabila telah mencapai nisab atau haul maka hal itu wajib dizakati, termasuk gaji. Perintah zakat atas profesi/ gaji adalah perintah adanya keumuman lafaz Surat Al Baqarah ayat 267 : "Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik".
Ulama menjelaskan zakat wajib dipungut dari gaji ada dua pendapat ulama dalam hal ini.
Pertama; zakat profesi/gaji dianalogikakan dengan zakat pertanian, dikeluarkan zakatnya saat menuai panen/mendapatkan hasil/gaji/upah sebulan sekali, dengan syarat cukup nishab (520 kg beras), jika harga beras yang biasa dikonsumsi Rp 8.000 maka nishabnya 520 x Rp8.000 = Rp 4.160.000.
Dengan demikian, jika penghasilan yang diperoleh, dalam jangka waktu 1 bulan itu dikumpulkan, dan totalnya telah melewati batas nishab di atas, maka penghasilannya wajib dizakati sebesar 2.5 % atau minimal Rp104.000.
Kita ambil contoh, seorang freelance yang bulan ini total penghasilannya bulan ini adalah Rp4,5 juta maka zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5% x Rp 4,5 juta sebesar Rp 112.500.
Jika bulan selanjutnya, ternyata penghasilannya tidak lebih dari Rp4,16 juta, maka ia tidak terkena kewajiban zakat. Namun sangat dianjurkan untuk bersedekah, tanpa batasan minimum jumlah uang yang akan dikeluarkan.
Karena, bersedekah itu besar fadilahnya. "Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensuci-kan jiwa itu". (QS Asy-Syams: 9)
Lebih jelasnya dibawah ini ada contoh lain dari perhitungan zakat gaji dan profesi yang tidak tetap dikeluarkan tiap bulan tergantung pendapatan gaji perbulan:
Yongki, seorang fotografer freelance. Setiap bulannya, jika ramai ia mampu membukukan penghasilan bersih hingga Rp5 juta perbulan. Maka, ia sudah terkena zakat. Ia wajib membayar zakat sebesar Rp2.5% x Rp5 juta atau sebesar Rp 125.000,-
Lalu, di bulan Ramadhan, order foto pernikahan hanya ada satu. Ia pun beralih berdagang buah kurma dan aneka pernak-pernik Ramadhan. Di akhir bulan berjalan, hasil dari jualan itu ditambah satu kali order foto pernikahan, ia membukukan penghasilan hanya Rp4 juta.
Itu artinya, penghasilan di bulan itu tidak terkena nishab. Maka ia tidak wajib membayar zakat. Namun, hal tersebut tidak mengurungkan niatnya untuk berinfak setiap harinya ke celengan mushalla dekat rumahnya, dari sebagian penghasilannya berjualan.
Kedua; zakat profesi/ gaji dianalogikakan dengan zakat emas/perdagangan ditunaikan setahun sekali dengan nishab emas 85 gram asumsi harga emas sekarang Rp. 500.000/ gram. Nishabnya setara setara dengan Rp. 42.500.000,-
Ini cara kedua untuk mengeluarkan zakat, bagi mereka yang berpenghasilan tidak tetap. Bisa ditotal selama satu tahun, dan dibayar sekaligus. Pembedanya adalah, nilai nishabnya mengacu pada nilai emas seberat 85 gram emas. Di mana, seluruh penghasilan yang diterima dijumlahkan, jika telah melebihi perhitungan nishab di atas, Rp42,5 juta maka wajib dikenakan zakat sebesar 2.5% atau nilai minimal nominal Rp.1.062.500,-
Masih dari contoh Yongki di atas, katakanlah penghasilannya rata-rata perbulan adalah sebesar Rp5 juta/bulan dengan fluktuasi penghasilan yang tidak lebih besar dari 20%, maka di akhir tahun akan didapat jumlah penghasilan sebesar Rp60 juta rupiah.
Hal tersebut berarti, penghasilan Yongki telah memenuhi nishab dan wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2.5% x Rp60 juta yakni sebesar Rp1,5 juta rupiah. Dan dibayarkan setelah tutup tahun (genap 12 bulan perhitungan).
Kondisi ini bisa dipakai, dan tergantung dengan kekuatan finansial sang muzakki. Pasalnya, membayar ratusan ribu per bulan tentu lebih ringan daripada membayar jutaan di akhir tahun. Karena akan memberatkan dan bisa saja di akhir tahun terjadi sesuatu pada kondisi darurat keuangan, sehingga dapat mengakibatkan tak mampu membayar zakat.
Semoga membantu, Wallahualam.
(dari berbagai sumber)
Makasih ya udah mampir ke blog Pakde. Besok-besok dateng lagi..
Monggo diisi feedback komennya di bawah ini
EmoticonEmoticon