2009-04-22

"Aku sakit, mengapa engkau tidak menjenguk-Ku?"


Rasulullah saw bersabda :
“Allah berkata pada hari kiamat, ‘Wahai anak Adam, Aku sakit, mengapa engkau tidak menjenguk Aku?’  

Anak Adam bertanya,
‘Wahai Tuhanku, bagaimana aku menjenguk-Mu, sedang engkau adalah Tuhan semesta alam?’

Allah berkata,
‘Seorang hamba-Ku, Fulan, sakit dan engkau tidak menjenguknya. Apakah engkau tidak tahu, jika engkau menjenguk-Nya, engkau akan temukan Aku di sisinya?’
‘Wahai anak Adam, Aku meminta makan kepadamu, namun engkau tidak memberi-Ku makan.’

Anak Adam bertanya,
‘Bagaimana aku memberi-Mu makan, sedang Engkau adalah Tuhan semesta alam?’
Allah berkata,
‘Hamba-Ku, Fulan, meminta makan namun engkau tidak memberinya makan. Apakah engkau tidak tahu, jika engkau memberinya makan, maka engkau akan temukan pemberianmu itu di sisi-Ku?’

‘Wahai anak Adam,
Aku meminta minum kepadamu, namun engkau tidak memberi-Ku minum.’
Anak Adam bertanya,
‘Wahai Tuhanku, bagaimana aku memberi-Mu minum, sedang Engkau Tuhan semesta alam?’
Allah berkata,
‘Seorang hamba-Ku, Fulan, meminta minum kepadamu, namun engkau tidak memberi minum kepadanya. Tidakkah engkau tahu, jika engkau memberi minum kepadanya, engkau akan temukan pemberianmu itu di sisi-Ku?’ (HR Muslim) 
* * *

          Mari tertegun dan sejenak merenung Saudaraku. Sekedar meresapi hadis di atas. Sebagaimana hadist qudsi di atas, Allah mensifati diri-Nya sebagaimana sifat mahluknya. Sifat paling mendasar dari manusia. Yaitu sakit, lapar dan haus. Semuanya sifat yang tidak mengenakkan. Mengapa Allah sampai mensifati diri-Nya seperti itu? Karena setiap manusia pasti pernah mengalami ketiganya. Baik berbarengan maupun berbeda waktu. 
 Dari hadist di atas, ternyata Allah tidak hanya akan menanyakan keshalihan kita secara pribadi, namun juga keshalihan kita secara sosial.
          Karena Islam adalah agama yang syamil. Menyeluruh dari dunia hingga akhirat. Menyentuh dari keshalihan pribadi hingga keshalihan sosial. 
          Bahkan, takkan berarti apa-apa semua amal ibadah yang telah kita lakukan, seandainya kita ‘tega’ menutup telinga kita dari ratapan kelaparan tetangga. Tega mematikan rasa kasihan yang muncul di hati. Sebagaimana hadits Rasulullah saw, “Tidak beriman kepadaku orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangga di sampingnya kelaparan.” (Diriwayatkan oleh Imam at-Thabrani dan al-Bazzar). Naudzubilliah summa naudzubillah..
          Dari hadis pertama tadi, pemakaian sifat sakit, lapar dan haus tadi Allah ingin menunjukkan sifat-sifat yang ditakuti oleh anak Adam terjadi pada mereka. Allah ingin menegur manusia dengan sifat-sifat yang tidak mengenakkan itu. Bahwa, lapar itu tidak enak. Haus juga sangat menyiksa. Belum lagi bila sakit yang mendera, semakin terasa sakit mengingat tidak ada saudaranya yang mengunjunginya. Semua itu adalah simpul hidup yang tidak mengenakkan.    
          Dan demi menghilangkan ketiga keadaan yang tidak mengenakkan tersebut, manusia rela berjibaku untuk memenuhi kebutuhannya tersebut. Terpenuhi kebutuhan dasar, langsung melompat ke kebutuhan tambahan. Dari zona cukup masuk ke zona kenikmatan. Lalai mengingat kondisi kiri dan kanan.
          Ingatlah saudaraku, mari menginsyafi diri, bahwa urusan belum selesai hanya dengan memenuhi kebutuhan sendiri. Masih banyak urusan di luar diri kita, yang sesungguhnya juga menjadi kewajiban kita terhadap sesama hamba Allah. Maka, memenuhi seruan dari hadis ini berarti kita bisa mendekati Allah dengan jalan mendekati orang-orang yang kesusahan di antara kita.
          Wallahualam bishawab.

Makasih ya udah mampir ke blog Pakde. Besok-besok dateng lagi..
Monggo diisi feedback komennya di bawah ini
EmoticonEmoticon