Dari Abu Hurairah ra, bahwasanya Nabi saw pernah bersabda kepada Bilal selepas sholat Subuh, “Ceritakan kepada saya satu amalan yang paling engkau andalkan dalam Islam, karena sesungguhnya pada suatu malam saya mendengar suara terompah kamu berada di pintu surga”. Bilal berkata : “Saya tidak melakukan sesuatu apapun yang lebih baik melainkan saya tidak pernah bersuci dengan sempurna pada setiap saat, baik malam maupun siang hari kecuali saya selalu melakukan sholat sebanyak yang mampu saya kerjakan”. (HR. Al-Bukhari)
Hadist di atas begitu masyhurnya, sampai-sampai matan dari hadist ini menjadi sandaran bagi amalan shalat sunnah wudhu. Anjuran untuk melaksanakan shalat yang sangat istimewa itu. Namun sekarang kita coba melihat dari sisi lain, faidah dari hadist di atas.
Rasulullah saw merupakan manusia agung yang menjadi contoh paling sempurna dalam hal menyambung silaturahim dan persahabatan. Dari hadist di atas, secara tersirat menunjukkan betapa sifat Rasulullah saw yang begitu paham dengan sifat dan sikap para sahabatnya. Pertanyaannya sederhana saja, bagaimana Rasulullah saw bisa tahu bahwa suara yang ia dengar itu adalah terompahnya punya Bilal? Padahal beliau punya banyak sahabat dan tentunya dari setiap sahabat itu punya terompah juga.
Dan sebagaimana yang kita ketahui, sahabat paling dekat dalam kehidupan Rasulullah adalah Anas bin Malik ra, yang telah menjadi pembantu Rasulullah saw selama bertahun-tahun. Atau tidak pula seperti kedekatan Rasullullah saw dengan sahabat besar lainnya.
Di sinilah letak keagungan Rasulullah dalam menjalin persahabatan. Ia bisa begitu hafal sifat-sifat dari para shahabatnya dengan detil hingga pada masalah-masalah yang remeh sekalipun. Buktinya, beliau mampu mengenali suara terompah Bilal, dan memastikan bahwa itu adalah benar suara terompah Bilal.
Maka, faidah yang bisa kita ambil dari hadits ini, mencontohkan pada kita bagaimana seharusnya bersahabat. Bersahabat bukan berarti hanya sekedar bersalaman, saling menanyakan nama dan kemudian tidak pernah mengobrol lagi. Atau hanya sekedar bersua tatkala ada hajat keperluan saja, namun abai ketika ia sedang dalam kesusahan.
Namun hendaknya kita berusaha menggali siapa sebenarnya shahabat kita. Asalnya dari kota mana, dia anak keberapa, apa kegemarannya, apa makanan favoritnya, apa saja hal-hal yang tidak ia senangi, dan berbagai detil lainnya. Jangan sampai kemudian kita telah bershahabat lama dengan seseorang, tapi tidak tahu bahwa ia ternyata orang Sumatera, tidak tahu bahwa ia ternyata tidak suka makanan pedas, tidak suka bila kebaikannya diungkit dan sebagainya.
Maka, mari bershahabat sebagaimana Nabi saw bershahabat!
Makasih ya udah mampir ke blog Pakde. Besok-besok dateng lagi..
Monggo diisi feedback komennya di bawah ini
EmoticonEmoticon